Beberapa waktu yang lalu ada sebuah berita tentang seorang bocah perempuan 5 tahun yang mengalami pelecehan. Yang bikin heboh adalah pelakunya ternyata juga masih seusia. Mereka main rumah-rumahan, tapi sekaligus mempraktikkan adegan bercintanya. Pertanyaannya kemudian adalah kenapa anak-anak ini bisa seperti itu? Jawabannya ada banyak, dan salah satu yang paling berpengaruh adalah lagu.
Miris memang dengan lagu anak-anak sekarang. Alih-alih bercerita tentang alam, budi pekerti dan sebagainya, yang ada malah cinta-cintaan melulu, bahkan kalau kamu ingat ada juga Lelaki Kardus yang liriknya dahsyat sekali. Dibandingkan dulu, lagu anak-anak lebih sopan dan tahu etika. Tapi, nggak semua seperti itu. Beberapa ternyata cukup nyeleneh juga liriknya kalau benar-benar dicermati.
Serius, ada beberapa lagu anak-anak zaman dulu yang nggak banget liriknya. Ada yang sok galau sampai mengajari hal-hal jelek. Tak percaya? Simak ulasannya berikut.
1. | Abang Tukang Bakso yang Liriknya Bikin Geli |
Lagunya yang enak dan iramanya yang cakep membuat lagu ini populer. Sayangnya, pada bagian liriknya, Abang Tukang Bakso ini tidak mengajarkan hal-hal yang baik. Coba tengok lirik ini, “Abang tukang bakso mari-mari sini, sudah tak tahan lagi.” Kira-kira apa coba maksud dari lirik tersebut? Pernah nggak sih kita beli bakso lalu bilang, “Pak sini, sudah nggak tahan nih.” Nggak, kan? Makanya, lirik ini berbahaya.
Tak hanya itu, untuk bagian yang ini juga tidak mengajarkan kebaikan, “Dua ratus perak yang banyak baksonya.” Ini seperti memaksa kesannya. Seolah tidak terima kalau dua ratus hanya cukup untuk 4 bakso. Makanya, anak-anak kecil zaman dulu suka maksa, lha lagunya begini.
2. | Lagu Naik Kereta Api Mengajarkan untuk Nggak Bayar |
Kamu yang pernah playgroup dan TK pasti sudah tamat lagu ini. Ya, Naik Kereta Api ini adalah semacam lagu wajib anak-anak yang biasa dinyanyikan saat istirahat. Lagi-lagi, meskipun lagunya begitu populer, tapi liriknya nggak banget. Di sini letak ngawurnya, “Ke Bandung… Surabaya bolehlah naik dengan percuma.”
Kalimat di atas ini mengajarkan anak-anak untuk jadi penumpang gelap di kereta. Bagaimana tidak, “Bolehlah naik dengan percuma” sama artinya dengan gratisan. Kamu yang suka dengan hal-hal berbau free mungkin diakibatkan keseringan mendengar lagu ini ketika kecil.
3. | Naik Delman yang Mengajarkan Kurang Ajar |
Lagu satu ini juga jadi mars wajib anak-anak TK. Lagunya yang enak dan ringan membuat anak-anak suka. Tapi, lagi-lagi beberapa potong liriknya sangat tidak mendidik. Coba tengok pada bagian, “Pada hari Minggu ku turut ayah ke kota, naik delman istimewa ku duduk di muka.” Hmm, sudah dapat maksudnya?
Ya, lagu ini secara nggak langsung mengajarkan anak untuk kurang ajar. Ayahnya sudah capek-capek mengajak ke kota naik delman, eh mukanya diduduki. Kan kurang ajar itu namanya. Harusnya lirik yang benar adalah “Naik delman istimewa ku duduk di depan.” Kan lebih jelas kalau begitu.
4. | Lagu Dua Mata Mengajarkan Ketamakan |
Lagu satu ini sebenarnya baik. Iramanya enak plus liriknya yang mengajarkan anatomi tubuh membuat anak-anak menjadi luas pengetahuannya soal fisiologi manusia. Tapi, ada satu penggalan lirik yang mengganggu banget dan lebih baik tak dimasukkan. “Satu mulut saya, tidak berhenti makan.” Apa coba maksud lagunya?
Secara tersirat maknanya adalah mengajarkan untuk tamak. Makan terus saja nggak usah berhenti. Anak kecil itu daya tangkapnya luar biasa lho. Bagaimana kalau dia jadi obesitas gara-gara lagu ini? Penggalan lirik “Tidak berhenti makan” terus terngiang di pikirannya sehingga memaksa otak untuk memberikan perintah agar tidak berhenti makan. Hmm, gawat nih.
5. | Lagu Balonku Mengajarkan Ke-lebay-an |
Setiap orang yang pernah melewati fase anak-anak, pasti pernah mendengar lagu ini. Artinya, hampir semua orang mendengarnya. Tidak ada yang salah sih dengan itu, lagu ini enak dan liriknya pun oke. Kecuali untuk satu bagian. Ya, apalagi kalau bukan, “Meletus balon hijau dor! Hatiku sangat kacau.”
Ya, ini adalah lebay kalau kata anak muda sekarang. Seberapa penting apa sih balon hijau sampai membuat hati kacau? Hal ini mengajarkan anak-anak untuk dramatis dan meratap. Misalnya balonnya pecah beneran, mungkin ia akan bangun tengah malam dan berdoa kepada Tuhan. “Tuhan, kenapa yang hijau? Kenapa tidak engkau ambil saja yang kelabu, yang itu aku tidak suka.” Sambil meratap pedih.
Hehehe, lihat sendiri kan kalau lagu zaman dulu ternyata juga aneh-aneh. Tapi, ini bukan seriusan kok melainkan hanya plesetan saja. Jadi kritik juga boleh bagi para pencipta lagu anak biar memperhatikan lirik lebih detail lagi. Karena itu sangat berpengaruh. Sekali lagi, ini just for fun ya, tidak bermaksud menjelek-jelekkan, apalagi kepada para penciptanya.
Lentera Kabah
Tidak ada komentar