Pertanyaan:
Orang yang berpuasa sunnah Senin-Kamis atau puasa Dawud (sehari berpuasa sehari tidak), jika ditawari minum atau makan, apakah diperbolehkan berbuka? Apakah ada hadits yang menjelaskannya?
Jawaban:
Landasan disyariatkannya puasa hari Senin dan Kamis, ialah hadits ’Aisyah radhiallahu’anha:
“Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaga puasa Senin dan Kamis.” (HR at-Tirmidzi)
Sedangkan dasar disyariatkannya puasa Dawud, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Shalat yang paling dicintai Allah ialah shalat Nabi Dawud, dan puasa yang paling dicintai Allah ialah puasa Dawud. Dahulu, beliau tidur separuh malam dan shalat sepertiganya, dan tidur seperenamnya dan berpuasa sehari dan berbuka sehari.[1]
Kedua puasa ini termasuk puasa sunnah yang dianjurkan. Orang yang berpuasa sunnah, bila ditawari minum atau makan, diperbolehkan berbuka bila melihat ada maslahat dalam hal ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya, sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim rahimahullah:
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha Ummul- Mu`minin, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata kepadaku:
“Wahai, ‘Aisyah. Apakah engkau mempunyai sesuatu?” Maka aku menjawab: “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai apa-apa”. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau begitu aku berpuasa,” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan kami mendapatkan hadiah atau datang orang berkunjung. ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali, maka aku sampaikan, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita diberi hadiah,’ atau ‘ada orang berkunjung kepada kami, dan aku telah menyiapkan sesuatu untukmu’.” Beliau n bertanya: “Apa itu?” Aku menjawab: “Makanan hais”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bawalah kesini!” Lalu aku membawanya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam makan, kemudian berkata: “Tadi aku berpuasa.” (HR Muslim)
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Footnote:
[1] HR al-Bukhâri, no. 1981 & Muslim,no. 721.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar