logo blog

Sejak Kapan Kita Sudah Dianggap Masuk Islam?

Sejak Kapan Kita Sudah Dianggap Masuk Islam?


http://www.lenterakabah.com/wp-content/uploads/2016/07/Sejak-Kapan-Kita-Sudah-Dianggap-Masuk-Islam.jpg

Tanya:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu.

Pak Ustadz, ada yang bertanya: Sejak kapan kita masuk islam? Saya katakan: Wallahu a’lamu.

Karena kalau dibilang sejak lahir, maka kapan syahadatnya, sedangkan syahadat adalah salah satu dari pondasi/dasar, atau pokok islam, tidak mungkin dikatakan muslim kalau tidak atau belum bersyahadat, iya kan Pak Ustadz? Mohon penjelasannya, Jazakallahu khairan.

(0553029483)
Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.

Jawaban antum dengan: Wallahu a’lam, sudah pada tempatnya akhi.

Allah paling tahu tentang semua itu, dan Allah sudah mengabarkannya tentang masalah ini kepada kita di dalam Al-Quran demikian pula melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keterangannya sebagai berikut:
Setiap janin manusia telah bersaksi bahwa Allah adalah sesembahan mereka satu-satunya sejak berada di dalam sulbi bapaknya dan rahim ibunya. Allah berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ) (لأعراف:172)

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabbmu.” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).” (Qs. 7:172)

Oleh sebab itu itulah, setiap manusia yang lahir, maka dia lahir dalam keadaan islam, mengenal Allah Rabb semesta alam dan mengakui-Nya sebagai sesembahannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ

Artinya: “Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fithrah , maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia yahudi , atau menjadikan dia nashrani, atau menjadikan dia majusi.” (HR . Al-Bukhary dan Muslim)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFyfCaxtVb8HTfNzUQofcHKk0hm8C8KxEex33sYVYz3Firf_MRyabI3tM9Uu6ro82bjvISAsDKvizMx1fKW27zSl702N24ojFU9f7_0j5T8SlPccfryDgkvyUoTZcC13hhPWWbTt-K_8M/s320/Dosen+Muslim+Dilarang+Memesan+Minuman+Kaleng.jpg

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan setelah kalimat “fitrah”: yahudi, nashrani, dan majusi, yang menunjukkan bahwa maksud dari Al-Fithrah adalah islam.

Hal ini diperjelas di dalam firman Allah:

(فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) )

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, ( 30 ) dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah (31).” (Qs. Ar-Ruum: 30-31)

Makna (Al-Fithrah) adalah agama islam, sebagaimana datang penafsirannya dari Mujahid (Diriwayatkan oleh Ath-Thabary dalam tafsirnya 20/97).

Berkata Ibnu Abdil Barr: “Mereka berkata (makna) inilah yang dikenal oleh kebanyakan ulama tafsir dari para salaf (para pendahulu umat).” (At-Tamhid 18/72)

Ayat ini mempertegas bahwa yang dimaksud dengan fitrah manusia adalah agama yang hanif (agama islam) yang mengajak kepada penyembahan semata-mata terhadap Allah Rabb semesta alam.

Dari ayat dan hadist di atas kita mengerti bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan islam, dan dia tetap akan islam selama tidak ada yang mengubahnya menjadi yahudi, nashrani, majusi dll.

Oleh karena itu di dalam hadist qudsy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (Allah berkata):

إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

Artinya: “Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hunafa’ (islam) semuanya, kemudian syetan memalingkan mereka dari agama mereka, dan mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangannya.” (HR . Muslim)

Allah mengabarkan dalam hadist qudsy ini bahwa kita pada asalnya diciptakan dalam keadaan hunafa’. Makna (hunafa’) adalah dalam keadaan islam, sebagaimana penjelasan Imam Nawawy (lihat Syarh Shahih Muslim 9 / 247 ). Kemudian syetanlah yang menjadikan manusia berubah fitrahnya.

Dari keterangan di atas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:

    Pada asalnya semua manusia sudah islam semenjak di dalam perut ibunya.
    Dia bisa menjadi kafir setelah itu karena pengaruh syetan dari kalangan jin dan manusia.
    Seseorang yang masih dalam keadaan fitrah maka tidak perlu dia bersyahadat dengan maksud supaya masuk dalam agama islam, karena dia sudah masuk dan masih di dalam agama islam. Akan tetapi silakan dia memperbanyak membaca syahadat untuk memperkuat keimanan dia sebagai seorang muslim. Sebagaimana yang kita baca di dalam dzikir–dzikir seperti adzan, tasyahhud, khutbah, dan di dalam kehidupan setiap muslim sehari-hari.
    Seseorang yang sudah rusak fitrahnya maka dia harus kembali bersyahadat sebagai syarat untuk masuk islam lagi. Ini wajib diucapkan oleh orang kafir atau orang murtad yang mau masuk islam karena fitrahnya telah berubah. Sehingga untuk mengembalikan fitrah itu harus bersyahadat lagi.

Wallahu a’lamu.

Ustadz Abdullah Roy, Lc.




**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger