KITA tahu bahwasanya seorang wanita itu wajib menutupi auratnya, termasuk rambut yang menjadi mahkota baginya. Maka, menggunakan hijab adalah solusinya. Sebab, hijab merupakan alat yang paling tepat untuk menutupi aurat seorang wanita. Tentunya hijab yang digunakan harus benar-benar menutupi aurat, yakni hingga menutupi dada. Mengingat, kini adanya hijab yang hanya menutupi rambut, sedang dadanya tidak tertutupi.
Kewajiban berhijab ini berlaku bagi wanita muslimah. Ia yang mengaku sebagai seorang muslim harus mau membuktikan kepatuhannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai Tuhannya. Meski begitu, tidak semua wanita muslimah terkena kewajiban ini. Ada pula mereka yang berhak untuk tidak berhijab, jika memang mereka sudah tidak lagi ingin menggunakannya. Siapakah orangnya?
Allah ta’ala berfirman, “Dan wanita-wanita tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana,” (QS. An-Nuur: 60).
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata, “Yang dimaksud dengan Al-Qawa’id adalah perempuan-perempuan tua, maka kandungan ayat ini menunjukkan bolehnya perempuan tua yang sudah tak punya hasrat menikah utk melepaskan pakaian mereka.”
Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Yang dimaksud dengan perempuan yang duduk (Al-Qawa’id) adalah kaum perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan (menopause). Akan tetapi pengertian ini tak sepenuhnya tepat. Karena terkadang ada perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan sementara pada dirinya masih cukup menyimpan daya tarik.”
“Sesungguhnya mereka (perempuan tua) itu diizinkan melepasnya karena kebanyakan lelaki sudah tak lagi menaruh perhatian kepada mereka. Sehingga hal itu menyebabkan kaum lelaki tak lagi berhasrat untuk mengawini mereka maka faktor inilah yang mendorong Allah Yang Maha Suci membolehkan bagi mereka (perempuan tua) sesuatu yang tak diizinkan-Nya kepada selain mereka. Kemudian setelah itu, Allah masih memberikan pengecualian pula kepada mereka. Allah berfirman, ‘Dan bukan dalam keadaan mempertontonkan perhiasan.’ Artinya, tak menampakkan perhiasan yang telah diperintahkan untuk ditutupi sebagaimana tercantum dalam firman-Nya, ‘Dan hendaknya mereka tak menampakkan perhiasan mereka.’ Ini berarti mereka tak boleh sengaja memperlihatkan perhiasan mereka ketika melepas hijab dan sengaja mempertontonkan keindahan atau kecantikan diri supaya kaum lelaki memandangi mereka,” (Dinukil dari Nasihati li Nisaa’, hal. 87-88).
Syaikh Abu Bakar Al-Jaza’iri berkata, “Al-Qawa’idu minan nisaa’ artinya kaum perempuan yang terhenti haidh dan melahirkan karena usia mereka yang sudah lanjut,” (Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah).
Syaikh As-Sa’di berkata, “Al-Qawa’idu minan nisaa’ adalah para perempuan yang sudah tak menarik untuk dinikmati dan tak menggugah syahwat,” (Tafsir Karimir Rahman, Makbatah Syamilah).
Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan Sa’id bin Jubair, Muqatil bin Hayan, Qatadah dan Adh-Dhahaak bahwa makna Al-Qawa’idu minan Nisaa’ adalah, “Perempuan yang sudah terhenti haidnya dan tak bisa diharapkan melahirkan anak,” (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Adapun yang dimaksud dengan pakaian yang boleh dilepas dlm ayat ini adalah kerudung, jubah dan semacamnya (Lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah). Meskipun demikian Allah menyatakan, “Dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka,” (QS. An-Nuur: 60). Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri menjelaskan, “Artinya tak melepas pakaian tersebut (kerudung dan semacamnya) adalah lebih baik bagi mereka daripada mengambil keringanan,” (Lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah).
Maka, dapat kita ketahui bahwa orangtua, atau orang yang sudah tak lagi haid dan melahirkan boleh untuk tidak mengenakan hijab. Hanya saja, ia tetap harus menjaga perhiasan yang ada pada dirinya. Meski begitu, tetap berhijab adalah pilihan yang lebih baik baginya. Wallahu ‘alam.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar