Pertanyaan:
Mau tanya Tadz. Jika ada orang yang meninggal dunia dalam kondisi junub. Itu tanda apa? Dan apa yang harus dilakukan?
Dari: An Wedo
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, orang yang meninggal dalam kondisi haid sama sekali tidaklah menunjukkan dia suul khotimah, tidak pula pertanda dia orang yang buruk agamanya. Demikian pula orang yang meninggal karena junub, selama junub yang dia alami terjadi karena sebab yang mubah, seperti hubungan badan dengan istri atau mimpi basah.
Dulu ada sahabat yang digelari ‘ghasilul malaikah‘ (orang yang jasadnya dimandikan malaikat). Beliau adalah sahabat Handzalah bin Rahib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kisahnya yang cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ishaq dan lainnya, Handzalah berangkat berjihad, mengikuti perang Uhud dalam kondisi junub, karena berhubungan dengan istrinya. Ketika jenazahnya dicari para sahabat di medan Uhud, mereka tidak menjumpainya. Sang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memberi tahu, jenazahnya dimandikan Malaikat.
Hal yang sama juga dialami oleh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang syahid di Medan Uhud. Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas:
أن حمزة رضي الله عنه استشهد وهو جنب
“Bahwa Hamzah radhiyallahu ‘anhu mati syahid dalam kondisi junub”
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: Sanadnya diterima (riwayat hasan) (Fathul Bari, 3:212).
Kedua, wanita yang meninggal ketika haid atau orang yang meninggal dalam kondisi junub, cukup dimandikan sekali, menurut pendapat yang lebih kuat, sebagaimana layaknya memandikan jenazah pada umumnya. Status mandi jenazah sudah dianggap menutupi kewajiban mandi karena sebab junub atau haid.
An-Nawawi mengatakan
مذهبنا أن الجنب والحائض إذا ماتا غسلا غسلا واحدا , وبه قال العلماء كافة إلا الحسن البصري فقال : يغسلان غسلين . قال ابن المنذر : لم يقل به غيره
“Pendapat madzhab syafiiyah, bahwa orang yang junub atau wanita haid yang meninggal, cukup dimandikan sekali. Ini merupakan pendapat seluruh ulama, kecuali Hasan al-Bashri, yang berpendapat: ‘Dia dimandikan dua kali’. Ibnul Mundzir mengomentari pendapat ini: ‘Tidak ada yang berpendapat demikian, selain Hasan al-Bashri.” (al-Majmu’, 5:123)
Sebagaimana hal ini berlaku bagi orang hidup. Ketika ada 2 sebab yang mewajibkan mandi, misalnya junub dan hari jumat, cukup dilakukan mandi besar sekali. Diqiyaskan dengan hadats. Ketika seseorang mengalami beberapa hadats kecil, misalnnya kentut, tidur pulas, dan buang air kecil, semua cukup dihilangkan dengan sekali wudhu.
Referensi: Fatwa Islam no. 97098
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar