JAKARTA – Penistaan agama khusunya terhadap Islam tidak akan pernah berakhir. Bahkan semakin hari kian menjadi. Fenomena ini membuat ulama dan aktivis Islam risau kemudian bersepakat membentuk Badan Koordinasi Penanggulangan Penodaan Agama (Bakorpa). Badan ini konsen menindak dan menyeret pelaku pelecehan agama ke ranah hukum.
Salah satu penggagas Bakorpa, Prof. Dr Muhammad Baharun SH, MA menilai, maraknya kasus penodaan agama dikarenakan lemahnya penindakan dan pengaduan oleh masyarakat untuk memproses secara hukum. Sehingga, belum memberikan efek jera terhadap pelaku, yang membuat tindakan itu terus terulang.
Apalagi, saat ini juga banyak sarana yang digunakan pelaku penistaan agama untuk menyalurkan kebenciannya, terutama melalui sosial media.
“Walaupun sudah memenuhi unsur-unsur penodaan agama, tapi tidak segera ditindak ke ranah hukum, jadi tidak memberikan efek jera terhadap pelakunya,” ujar Prof. Baharun kepada wartawan saat Soft Launching Bakorpa bertema ‘Konsolidasi Dakwah Advokasi Untuk Penistaan Agama’ di Tebet, Jakarta, April lalu (15/04/2016).
Bakorpa bukan organisasi temporal, melainkan permanen yang akan fokus mengurusi tindak penodaan agama. “Ini baru kita mulai, karena memang ormas-ormas dan kelompok Islam lain tidak konsen disitu. Makanya Bakorpa ingin fokus soal penistaan ini,” ungkapnya.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini juga menjelaskan, memang selama ini Islam yang kerap menjadi sasaran dari penistaan dan pelecehan agama. Yang jadi sasaran memang dari dulu adalah Islam, belum selesai satu kasus, ada lagi yang muncul.
Karena itu, Bakorpa akan melakukan list terhadap para pelaku untuk diadukan ke ranah hukum. Termasuk, yang dianggap melecehkan, seperti pemikiran sekuler dan liberalis.
Dengan semakin terbukanya media informasi saat ini, semakin mudah orang untuk menistakan agama. Sedangkan, sampai saat ini belum ada gerakan yang fokus untuk memenjarakan penista-penista agama tersebut.
“Apalagi sekarang medianya sudah banyak. Media sosial, mereka akan melampiaskan kebenciannya itu bisa lewat banyak media,” ungkap dia.
Kasus penghinaan agama di Indonesia masih mengacu kepada UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (“UU 1/PNPS/1965”). Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 menyatakan:
“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu,” tutupnya.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar