Oleh Irfan S. Awwas
(Lenterakabah) – “Wahai kaum mukmin, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin kalian. Mereka itu menjadi pemimpin bagi sesama mereka. Siapa saja di antara kalian yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, dia termasuk golongan kafir. Allah tidak akan memberi hidayah kepada kaum Yahudi dan Nasrani yang berbuat zhalim.” (Qs. Al-Maidah [5]:51).
Bukan tanpa alasan, jika umat Nabi Muhammad Saw. dilarang menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Orang kafir berbeda jalan hidupnya dengan orang beriman. Berbeda aqidah, ibadah, akhlak, budaya dan adat istiadatnya. Dalam banyak urusan orang Islam tidak bisa disamakan dengan orang kafir. Orang kafir menyukai minuman keras, berzina, makan daging babi, menikmati riba, menghujat ajaran Islam, demoralisasi generasi muda. Sedangkan orang Islam, berdasarkan ajaran agamanya, mengharamkan semua itu.
Logis, bila seorang kepala daerah non muslim, memiliki visi dan misi yang sesuai ajaran agama, ideologi serta cara berfikir yang dianutnya. Begitupun dalam menjalankan tugas jabatannya, mereka akan menggunakan UU dan aturan daerah untuk mempertahankan keyakinan dan kebiasaannya yang bertentangan dengan keyakinan masyarakan Islam. Atas nama demokrasi, pemimpin kafir Yahudi dan Nasrani merasa aman dan terlindungi untuk menjalankan misi kekafirannya melalui UU maupun peraturan, tanpa peduli aspirasi rakyat Muslim. Semua itu logis dan wajar.
Yang tidak logis dan tidak wajar, justru adanya orang Islam yang membela dan memilih orang kafir jadi pemimpin. Untuk menarik simpati orang Islam, pemimpin kafir bisa saja berpura-pura tampil jujur, amanah. Atau sekadar sensasi pencitraan saja. Masalahnya, mungkinkah pemberantasan judi, pelacuran, minuman keras, riba, LGBT, dapat di percayakan pada pemimpin kafir? Itu hal yang mustahil.
Dengan memahami perbedaan ini, maka memilih orang kafir sebagai Gubernur, Bupati, Camat, Lurah, di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim. Itu sama artinya memberi peluang kepada orang kafir untuk menjadikan umat Islam sebagai obyek penerapan keyakinan agama, budaya dan adat istiadatnya menggunakan kekuasaan dan kewenangannya.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, sekadar contoh. Sepanjang masa jabatannya, Ahok hanya sibuk membangun kontroversi dan menyerang pihak lain. Hampir saban hari Ahok meluapkan amarahnya dengan mengeluarkan perkataan-perkataan provokatif yang bisa menyinggung banyak pihak.
Sudah 17 kali Provinsi DKI Jakarta berganti pemimpin sejak 1945, belum pernah ada gubernur DKI seburuk Ahok. Dia tidak menghormati orang lain, tidak menghargai rakyat kecil, melakukan penggusuran tidak manusiawi, memaki maling kepada seorang ibu yang mengadukan permasalahan kepadanya. Dalam siaran live di sebuah stasiun televisi swasta, Ahok berulang kali mengucapkan kata-kata jorok taik…taik…taik…Ia tetap tidak mau menghentikan makiannya meski ditegur keras oleh presenter.
Sebagian besar kebijakannya menimbulkan letupan konflik yang membahayakan ketertiban umum dan stabilitas NKRI. Sebuat saja misalnya, Ahok menghancurkan Masjid Baitul Arif di Jatinegara, Jakarta Timur, sehingga warga setempat tidak bisa shalat Jum’at dan melakukan kajian Islam sampai saat ini. Ahok juga menghancurkan masjid bersejarah Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan dalih renovasi; namun hingga hari ini tidak ada tanda-tanda akan dibangun kembali.
Setelah berjaya menghancurkan masjid dan menghilangkan simbol-simbol Islam di DKI Jakarta, Ahok juga membatasi kegiatan syiar Islam seperti malam takbiran dengan alasan macet. Padahal perayaan tahun baru yang dipimpin Ahok jauh lebih parah macetnya dengan menutup jalan-jalan protokol Jakarta.
Tidak puas hanya menghancurkan masjid-masjid, Ahok mengganti para pejabat Muslim dengan pejabat-pejabat kafir seperti Lurah Susan, Lurah Grace, dan sebagainya. Tak hanya itu, kepala sekolah beragama Islam di DKI banyak yang diganti dengan non Islam, dengan alasan lelang jabatan.
Merasa didukung media-media sekuler, Ahok terus menghapus simbol-simbol Islam. Melalui Kadisdik DKI, Lasro Masbrun, ia mengeluarkan aturan mengganti busana Muslim di sekolah-sekolah DKI setiap Jum’at dengan baju Betawi. Padahal sebenarnya baju Betawi bisa di hari lain.
Ahok, melalui sebuah video mengaku beriman pada tuhan, tapi dia mendukung legalisasi pelacuran, berjanji akan membangun lokalisasi prostitusi, dan menyebut mereka yang menolaknya sebagai munafik. Ketika umat Islam menolak kedatangan Miss World dan konser maksiat Lady Gaga, Ahok justru mendukung total bahkan bangga jika Jakarta jadi tuan rumah final kontes umbar aurat itu.
Prilaku kepemimpinan Ahok merupakan antitesa dari semangat dan kerangka sosial yang berlandaskan etika dan moralitas. Masyarakat digiring untuk berprilaku seperti binatang, tanpa moral dan agama.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah bilang, praktik prostitusi tidak mungkin bisa diberantas di Jakarta, sekalipun seorang nabi diturunkan. “Bagi saya bukan mempermasalahkan menghilangkan prostitusi di Jakarta. Enggak mungkin. Nabi turun saja enggak bisa menghilangkan prostitusi loh,” kata Ahok di Balai Kota, Senin (27/4/2015).
Gaya hidup Ahok juga tidak bisa lepas dari miras (minuman keras). Dalam pertemuan Ahok dan pegiat media sosial di rumah pribadinya membuat heboh netizen. Sebab, dalam foto itu terlihat beberapa botol minuman bir kaleng di jamuan makan malam bersama pendukungnya.
“Saya sendiri enggak ngebir. Kulkas saya penuh. Kamu mau wine, bir, sirup, jus, di rumah saya tersedia. Jadi Anda mau bir, mau apa, silakan bertamu ke rumah saya. Tapi kalau kamu mabuk, gue tempeleng loh. Saya juga tahu difoto kok, saya taruh aja. Biar bagus dong, promosi Anker bir,” katanya
Bukan itu saja, Ahok mendukung wacana penghapusan Kolom Agama di KTP. Kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan, “Boleh minum bir, asal tidak mabuk”.
Instingnya terhadap agama sangat buruk. Dengan berani, dia melecehkan ayat suci Al-Qur’an. Dia bilang, ayat suci wajib tunduk pada ayat konstitusi. Kemudian dia menyindir, “Orang beriman tidak korupsi. Jilbabnya kayak serbet.”
Dengan persepsi negatif seperti itu, maka Ahok mewacanakan menghapus cuti bersama saat lebaran. Ahok larang tabligh akbar, lagi-lagi dengan alasan bikin macet. Belum lama ini Ahok melarang pemotongan hewan Kurban di lokasi Sekolah Dasar.
Ketika rakyat Muslim menentang kebijakannya yang tidak bijaksana itu, Ahok yang bangga menyebut dirinya Cina kafir itu langsung menuding penentangan tersebut sebagai tindakan SARA. Setiapkali terjadi kondisi yang tidak dinginkan dia menyalahkan orang lain. Ibarat kata, iblis teriak iblis, setan teriak setan, begitulah karakter kafir munafik.
Oleh karena itu, pemimpin kafir tidak cocok bagi umat Islam. Pemimpin kafir hanya cocok bagi sesama orang kafir (ba’duhum auliyau ba’din).
Agama dijadikan bahan ejekan
Prilaku Ahok yang kejam dan bengis, tidak dapat ditolerir karena sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berulang kali Ahok mengatakan akan membunuh demonstran yang mendemonya.
Dalam wawancaranya di media, Ahok meminta aparat untuk membunuh demonstran yang memprotes kebijakannya. Lalu, aparat keamanan diminta menyiapkan water canon berisi bensin untuk menyiram para demonstran.
Ahok bilang, “ini tugas pemerintah. Kalau ada kelompok bertindak anarkhis dan justru mengancam nyawa banyak orang, saya minta perugas untuk tindak tegas, bila perlu bunuh di tempat sekalipun ada kamera tv yang menyoroti. Bunuh dua ribu orang lebih baik daripada membahayakan nasib dua juta orang”.
Lontaran keji dan bengis Ahok tersebut dimuat media mainstream seperti Kompas, Detik, Republika dalam berbagai wawancaranya sejak ia diangkat menjadi kepala daerah mengganti Jokowi.
Dalam kaitan ini, jika negara terus membiarkan Ahok berlaku sewenang-wenang, bukan mustahil kelak aparat terprovokasi ucapannya, lalu menembaki dan membunuh rakyatnya sendiri. Pada akhirnya rakyat melakukan tindakan ‘anarkhis’ dipicu oleh prilaku Ahok yang dipastikan selalu mengulang-ulangi perbuatan jahatnya, serta akibat ketidak adilan hukum di negeri ini.
Selama masa jabatannya, Ahok telah banyak mengakali rakyat Jakarta. Kasus pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras yang cara pembelian lahannya tertutup dan penuh dengan kongkalikong. Kasus Reklamasi yang melanggar hokum berdasarkan putusan pengadilan, kemudian kasus Bukit Duri yang memperkosa konstitusi. Semua ini jelas-jelas contoh kebijakan seorang pemimpin yang tidak punya etika dan mengenyampingkan nilai-nilai hukum dan peradaban. Tapi masih ada saja yang percaya bahwa Ahok pejabat yang bersih, anti korupsi.
Di antara yang percaya itu, selain Teman Ahok, adalah mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif. Pembelaannya pada Ahok sungguh dramatis. “Pak Ahok sudah dipanggil untuk menghadap DPR terkait pembebasan lahan hijau milik negara yang sebelumnya jadi perkampungan Kalijodo. Pak Ahok dengan tenang menjawab, “Jangankan menghadap DPR. Menghadap panggilan Tuhan saja saya sudah siap!”
Lalu Syafii bilang, “Itulah jihad Pak Ahok, gubernur DKI Kristen, sekaligus orang Indonesia tulen. Air mata saya pun menetes makin banyak dalam kesunyian yang makin dalam. Majulah terus Pak Ahok. Ada puluhan juta malaikat yang telah diutus Sang Sunyi untuk melindungi Pak Ahok.”
Tradisi dukung mendukung seperti ini, sudah lama menjadi aib dan titik lemah ‘Tokoh Ormas Islam’. Dan kelemahan ini dimanfaatkan oleh orang-orang kafir. Bayangkan, apabila di balik dukungan itu terdapat ‘balas jasa’ lalu suatu ketika diungkap ke publik, siapa menanggung malu? Seperti hadits Nabi Saw, “Jika kamu tak punya malu maka berbuatlah sesukamu”.
Dulu, di zaman Nabi Saw, dukungan orang munafiklah yang membakar kemarahan dan memicu keberanian kaum Yahudi dan Nasrani untuk memerangi umat Islam. Nampaknya, di zaman sekarangpun berulang lagi. Padahal dalam ayat-ayat kitab suci Al-Quran, umat Islam tegas dilarang memilih pemimpin yang mengejek agama.
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang melecehkan agamamu, di antara orang-orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang musyrik. Taatlah kalian kepada Allah, jika kalian benar-benar beriman.” (Qs. Al-Maidah [5]:57).
Segala kezaliman dan kasus penistaan Al-Qur’an yang dilakukan Ahok, akan segera dapat dihentikan bila setiap Muslim memperhatikan dan menaati perintah AllAh Swt ini. Mukjizat Al-Maidah 51, yang dihujat Ahok, telah menyadarkan umat Islam akan pentingnya untuk bersatu membela Islam melawan musuh Islam. (Risalah Mujahidin)
(*/*)
Topik:
Lentera Kabah
Tidak ada komentar