logo blog

Bolehkah Mengambil Harta Anak Tanpa Izin?

Bolehkah Mengambil Harta Anak Tanpa Izin?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi54kPZN0nU-3DSrrjQF22PuHVuRoII-1zewXgsyfICAYiZv4ysIJTQlsfT7n7DvYLDfD2rLTYJq6BNMIeNCWdne6qY9aQDjTmVw9PNo4UPDq86H7iJMBdczRf3tcwr4erSqF1oM-kugVw/s320/ambil+uang+2.jpg

Bolehkah orang tua mengambil harta anak tanpa izin?

Imam Abu Daud yang memiliki nama lengkap Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistani (202 – 275 H), membawakan judul bab dalam kitab sunannya (Sunan Abu Daud),

    “Seseorang memakan harta anaknya.”

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya. Anak itu adalah hasil usaha orang tua.” (HR. Abu Daud, no. 3528; An-Nasai dalam Al-Kubra, 4: 4. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَلَدُ الرَّجُلِ مِنْ كَسْبِهِ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِهِ فَكُلُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Anak seseorang itu adalah hasil dari usahanya, itu adalah sebaik-baik usahanya. Maka makanlah dari harta mereka.” (HR. Abu Daud, no. 3529. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata bahwa ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak. Namun orang tuaku membutuhkan hartaku. Rasulullah kemudian menjawab,

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ

“Engkau dan hartamu milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu.” (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi, sanad haditsnya hasan)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyatakan dalam Al-Mughni (8: 272), boleh saja seorang ayah mengambil harta anaknya semaunya lalu ia miliki, apalagi sampai itu dibutuhkan oleh ayahnya. Begitu pula masih dibolehkan meskipun hal itu bukan hajat pentingnya. Ayah tersebut boleh mengambil harta tersebut dari anaknya yang masih kecil maupun dewasa. Namun pembolehan ayah mengambil harta anaknya asalkan memenuhi dua syarat:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_scx1XtcEugFxBYVyWwWc6yqod6Mpj6wgYjbAuX6my16nEM_msO-iQI3KGjIA0RvR3PDxEnPBlu4rHLA1lcyGqBxCB0pWHli1gxeloKzPkppB_VQvh4ZrhAlYwM5p8lTVVmPFTObrfPtk/s1600/Warisan.jpg

   Tidak memusnahkan harta dan tidak memudaratkan anak, juga bukan mengambil yang jadi kebutuhan penting anaknya.
    Tidak boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan untuk memberikan pada yang lain.

Semoga manfaat.

Referensi:

Al-Mughni. Cetakan tahun 1432 H. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.

Sunan Abi Daud. Cetakan tahun 1430 H. Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistani. Penerbit Darus Salam.



Diselesaikan di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, Kamis siang, 25 Muharram 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal




**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger