Benarkah orang yang meninggal di malam jumat tidak mendapat pertanyaan kubur? Karena Raja Saudi, Raja Abdullah meninggalnya malam jumat. Apakah ini keistimewaan bagi beliau? Karena ada beberapa orang yang begitu bahagia dengan kematian beliau. Seperti ISIS.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kita perhatikan beberapa hadis berikut,
Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Setiap muslim yang meninggal di hari jumat atau malam jumat, maka Allah akan memberikan perlindungan baginya dari fitnah kubur. (HR. Ahmad 6739, Turmudzi 1074 dan dihasankan al-Albani).
Makna: ‘Allah akan memberikan perlindungan baginya dari fitnah kubur’ dijelaskan al-Mubarokfury dalam Syarh Sunan Turmudzi,
أي حفظه الله من فتنة القبر أي عذابه وسؤاله، وهو يحتمل الإطلاق والتقييد، والأول هو الأولى بالنسبة إلى فضل المولى
Artinya, Allah jaga dia dari fitnah kubur, yaitu pertanyaan dan adzab kubur. Dan hadis ini bisa dimaknai mutlak (tanpa batas) atau terbatas. Namun makna pertama (mutlak) lebih tepat, mengingat karunia Allah yang sangat luas. (Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, 4/160).
Cara Agar Bisa Meninggal Hari Jumat
Semua aktivitas kita diliputi ruang dan waktu. Dan dari dua ini, manakah yang lebih memungkinkan direncanakan? Kita sepakat, ruang (tempat) lebih memungkinkan. Karena lebih permanen. Berbeda dengan waktu yang terus berjalan secara dinamis.
Kita tarik untuk kasus kematian…
Ada orang merencanakan,
Saya ingin mati di usia 63 tahun
Saya ingin mati di jogja
Dari kedua pernyataan ini, mana yang lebih memungkinkan untuk direncanakan?
Jawabannya, yang kedua. Ketika ada orang yang bertekad ingin mati di jogja, dia bisa berusaha untuk selalu menetap di jogja apapun kondisinya. Meskipun bisa jadi, Allah menghendakinya meninggal di kota lain. Dengan Allah ciptakan sebab yang menggiring orang ini untuk meniggal di kota lain.
Dalam al-Quran, Allah menegaskan bahwa manusia tidak ada yang tahu DI MANA dia akan meninggal. Allah tidak berfirman, manusia tidak ada yang tahu KAPAN dia akan meninggal.
Allah berfirman,
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
Tidak ada satupun jiwa yang mengetahui di belahan bumi mana dia akan meninggal. (QS. Luqman: 34).
Artinya, jika tempat saja manusia tidak tahu, apalagi waktu. Sementara merencanakan tempat meninggal, itu lebih memungkinkan dari merencanakan waktu meninggal.
Karena itu, untuk bisa meninggal hari jumat atau malam jumat, manusia sama sekali tidak memiliki peran di atas. Semua itu murni kehendak Allah. Allah pilih siapa diantara hamba-Nya yang berhak mendapatkan keutamaan itu. Sementara manusia hanya bisa berdoa dan berharap.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menuliskan,
قال الزين ابن المنيِّر: تعيين وقت الموت ليس لأحد فيه اختيار، لكن في التسبب في حصوله مدخل؛ كالرغبة إلى الله لقصد التبرك، فمن لم تحصل له الإجابة أثيب على اعتقاده
Az-Zain Ibnul Munayir menjelaskan: ‘Tidak ada seorangpun yang memiliki pilihan untuk menentukan waktu kematian. Hanya saja dia punya kesempatan untuk mengambil sebab agar bisa mendapatkannya. Seperti banyak berharap kepada Allah untuk tujuan mengambil berkah. Ketika harapannya tidak terwujud, dia mendapatkan pahala atas keyakinannya.’ (Fathul Bari, Syarh Shahih Bukhari, 3/253).
Bahagia dengan Kematian Mukmin
Menampakkan kebahagiaan ketika ada sesama saudara muslim yang tertimpa musibah, disebut as-Syamatah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras tindakan ini.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ لأَخِيكَ فَيَرْحَمُهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ
Janganlah kalian menampakkan syamatah di hadapan saudaramu. Bisa jadi Allah merahmati saudaramu, kemudian Allah membalik keadaan dengan memberikan ujian untukmu. (HR. Turmudzi 2694 dan dinilai al-Albani sebagai hadis Hasan Gharib).
Kita tidak tahu, apa kaitan mereka dengan raja Abdullah? Sehingga mereka begitu senang dan gembira dengan kematian beliau. Apakah raja Abdullah pernah mendzalimi mereka? Mereka bukan rakyat Saudi, bagaimana raja Saudi bisa mendzalimi mereka yang bukan rakyatnya.
Namanya manusia, pasti ada kesalahan dan kekurangan. Dan kita diperintahkan untuk tutup mulut, tidak memberikan komentar miring kepada orang yang melakukan kesalahan, ketika yang bersangkutan telah meninggal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
Janganlah kalian mencela orang yang telah mati, karena mereka telah medapat balasan dari amal mereka. (HR. Ahmad 26212, Bukhati 1393, dan yang lainnya)
Semoga kita bisa memahaminnya.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar