HAJI Usman, pemilik salah satu usaha batik dan olahan tekstil terkemuka di Yogyakarta, dikenal atas kedermawanannya, seakan harta telah begitu tak berharga baginya. Seakan dunia telah begitu hina di matanya.
Ringan baginya membuka kotak tabungannya, gampang baginya merogoh kantong simpanan dan seakan tanpa beban dia mengulur bantuan.
Inilah mungkin sosok nyata orang yang menganggap dunia di tangannya dan akhirat di hatinya.
Maka beberapa orang pengusaha muda bersemangat mendatangi beliau.
“Ajarkan pada kami, Ji,” kata mereka, “bagaimana caranya agar kami seperti Haji Usman. Bisa bisnis maju sukses, tidak cinta pada harta dan tidak sayang pada kekayaan… Hingga seperti haji Usman, bersedekah terasa ringan.”
“Wah,” sahut Haji Usman tertawa, “Antum salah alamat!”
“Lho?”
“Lha iya. Kalian datang pada orang yang salah. Lha saya ini sangat sayang dan mencintai harta saya. Saya ini sangat mencintai asset yang saya miliki…”
“Lho?”
“Kok lho, sebab saking cinta dan sayangnya, sampai-sampai saya tidak rela meninggalkan harta saya di dunia ini. Harta saya akan saya bawa mati dikubur dengan harta bisnis saya.
“Saya itu tidak mau berpisah dengan kekayaan saya. Makanya sementara ini saya titip-titipkan dulu
Titip pada masjid,
titip pada anak yatim,
titip pada fakir miskin,
titip pada pejuang fii sabilillah.
Titip pada yayasan atau baitul maal.
Titip pada guru-guru agama dan karyawan yang rajin ibadah
titip pada saudara dan karyawan yang dirawat sakit.
Alhamdulillah masih ada yang berkenan mau dititipi, saya senang sekali.
Alhamdulillah ada yang sudi diamanati, saya bahagia sekali.
“Pokoknya di akhirat nanti mau saya ambil lagi titipan titipan saya.
Saya sudah bekerja keras puluhan tahun maka ingin kekayaan saya itu dapat saya nikmati berlipat-lipat di alam kubur dan di akhirat nanti.
“Maka siapa bilang harta tidak dibawa mati? Harta itu dibawa mati. Caranya ? Jangan bawa sendiri. Minta tolong dibawakan oleh fakir miskin, anak yatim, orang-orang yang berjuang di jalanNya, yayasan atau baitul maal… dan lainnya… .dan lainnya… Karena anak dan keluarga saya cuma kasih kain putih tok.”
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar