Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah
Soal:
Aku ingin bertanya mengenai pengabdian istri pada suaminya. Apakah istri mesti beres-beres rumah, menyiapkan makanan, membersihkan rumah, mencuci dan menjemur pakaian, memandikan anak, dan menyuapkan mereka makan? Apakah seperti itu merupakan sesuatu yang Allah wajibkan? Atau sudah menjadi hal yang dimaklumi bahwa istri mesti seperti itu? Jika istri tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan tadi, apa hukumnya? Apakah istri berdosa?
Jawab:
Yang benar, istri wajib melakukan hal-hal tadi sebagai pengabdian pada suaminya. Demikianlah (di masa) para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, istri-istri mereka mengabdi pada suaminya. Sampai-sampai Fatimah radhiyallahu ‘anha (puteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengabdi pada suaminya (‘Ali bin Abi Tholib). Ia pun menggiling, menyapu, dan memasak. Karena ini semua termasuk bentuk memberikan pelayanan pada suami dengan cara yang baik. Bahkan asalnya memang seperti ini. Dikecualikan di sini jika istri berasal dari lingkungan yang biasa dilayani, bukan melayani orang lain, ini berlaku untuk setiap negara dan setiap waktu. ‘Urf (kebiasaan) mereka yang jadi patokan. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Layanilah istri-istri kalian dengan cara yang baik” (QS. An Nisa’: 19). Karenanya, jika istri adalah orang yang biasa dilayani dan bukan kebiasaan masyarakat jika istri mesti beres-beres rumah, maka hendaklah suami mendatangkan pembantu di rumah. Semuanya terserah istri jika ia bersedia ataukah tidak, walhamdulillah.
Namun sekali lagi, asalnya istri mesti melayani suami dalam segala hal seperti yang disebutkan penanya yaitu membersihkan rumah, memasak makanan, mencuci dan menjemur pakaian, dan semacam itu. Inilah ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masa sesudahnya. Namun jika didapati di suatu negeri, ‘urf yang berlaku itu berbeda dan ini sudah masyhur serta suami pun mengetahuinya, maka ‘urf tersebut yang dipakai. Karena ‘urf ini seperti sesuatu yang sudah disyaratkan. Namun jika istri meninggalkan kebiasaan tersebut dan ingin melayani suami sendiri, maka ia pun telah melakukan suatu yang baik. Jadi boleh saja ia mengikuti kebiasaan masyarakat. Namun asalnya adalah dialah yang melayani suami dalam hal memperhatikan rumah dan pakaian suami. [Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, 21: 113]
* Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz adalah ketua Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa Saudi Arabia) dan Mufti ‘Aam Kerajaan Saudi Arabia di masa silam.
—
Riyadh, KSA, 4 Shafar 1434 H
Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar