Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling bertakwa dan paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dari ‘Umar bin Abi Salamah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتْقَاكُمْ لِلَّهِ وَأَخْشَاكُمْ لَهُ
Demi Allah, aku orang yang paling bertakwa dan paling takut kepada Allah. [HR Muslim no. 1863].
Beliau juga merupakan pribadi yang sangat kuat dalam mengendalikan syahwat. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia menceritakan :
وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ
Beliau orang yang sangat mampu mengendalikan syahwatnya [HR Al-Bukhari 1792, dan Muslim 1854].
Kendati demikian, tangan beliau yang mulia belum pernah bersentuhan dengan tangan wanita yang tidak halal baginya, yaitu wanita yang bukan mahramnya.
Sang istri, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma mengatakan, bahwa tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersentuhan dengan kulit telapak tangan wanita lain yang bukan mahram. Bahkan tetap merasa tidak perlu berjabat tangan pada sebuah prosesi yang sangat krusial, yakni baiat (sumpah dan janji setia pada pemimpin) sekalipun. Katanya:
وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ وَمَا بَايَعَهُنَّ إِلَّا بِقَوْلِهِ
Demi Allah, tangan beliau tidak pernah menyentuh tangan perempuan sama sekali dalam baiat. Beliau tidak membaiat para wanita kecuali dengan perkataan (saja). [HR Al-Bukhari, 4891].
Begitu pula, riwayat yang disampaikan oleh Umaimah binti Ruqaiqah – ketika sejumlah wanita membaiat beliau -, ia berkata:
Kami berkata kepada Rasulullah: “Apakah engkau tidak menjabat tangan kami?” Beliau menjawab:,”Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita . . .”.[1]
Hadits-hadits di atas, seperti diungkapkan Syaikh Salim al Hilali [2] sudah cukup untuk menjelaskan kerasnya ancaman bagi seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita ajnabiyyah (asing) yang bukan mahramnya. Makna larangan ini, tidak lain ialah bermakna pengharaman.
Keengganan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjabat tangan pada urusan yang penting (yaitu baiat) yang sebenarnya menuntut adanya jabat tangan, ini menunjukkan indikasi bahwa berjabat tangan itu, lebih tidak diperlukan lagi ketika seorang lelaki dan perempuan berjumpa, sebagaimana pada masa sekarang ini sudah bersifat umum dan lumrah dilakukan oleh dua orang jika bertemu.[3] Akan tetapi, ucapan dan tindakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sangat jelas dalam permasalahan ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ
Tertusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum besi, lebih baik daripadaia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.
Syaikh al Albani rahimahullah (Ash-Shahihah, hadits no 226) menyimpulkan, hadits ini memuat ancaman keras bagi seseorang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Juga menjadi dalil pengharaman berjabat tangan dengan kaum wanita. Karena “menyentuh” dalam teks hadits di atas mencakup jabat tangan.
Subhanallah, betapa suci tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari persentuhan dengan tangan-tangan wanita ajnabiyyah (bukan mahram).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Isnadnya shahih. Lihat Ash-Shahihah, no. 529.
[2]. Silsilah Manahi Syar’iyyah.
[3]. Muncul pendapat yang syadz dari pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak masalah. Lihat bukunya, An- Nizham Al Ijtima’i fil-Islam, hlm. 35.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar