Mau tanya ustdz, bagaimana hukum donor ASI dalam Islam. Sukron
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Islam membolehkan orang tua untuk menyusukan anaknya kepada wanita lain sesuai dengan kesepakatan mereka. Allah berfirman,
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ
“Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan upah menurut yang patut.” (QS. al-Baqarah: 233)
Hanya saja, ini akan memberikan konsekuensi adanya hubungan kemahraman, sebagaimana layaknya anak kandung. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Persusuan itu menyebabkan terjadinya hubungan mahram, sama seperti mahram karena nasab.” (HR. Bukhari 2645)
Karena itu, megenai hukum donor ASI, bisa kita berikan rincian,
Pertama, donor ASI melalui bank ASI
Pendapat yang benar, donor ASI melalui bank ASI tidak diperbolehkan. Karena bisa dipastikan akan terjadi ketidak jelasan, siapa pendonor, siapa penerima. Bisa jadi si A telah minum ASI si X, namun keduanya tidak tahu. Padahal secara hukum mereka sudah menjadi mahram. Sehingga si A tidak boleh menikah dengan semua saudara sepersusuan dengannya, termasuk semua anaknya si X.
Tentu saja, ini dampak negatif yang besar bagi masalah ketertiban nasab di masyarakat.
Kedua, donor ASI langsung ke penerima
Dibolehkan mendonorkan ASI langsung ke penerima, anak bayi yang membutuhkannya. Bahkan islam membolehkan untuk meminta bayaran kepada ayah si bayi, karena telah berjasa menyusui anaknya.
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ
“Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan upah menurut yang patut.” (QS. al-Baqarah: 233)
Apalagi ketika ini digratiskan maka statusnya amal soleh bagi sang ibu yang mendonorkan ASInya. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
Hanya saja, sang ibu harus meminta izin kepada keluarga si bayi dan minta izin ke suaminya.
Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang hukum seorang ibu menyusui anak orang lain tanpa izin suaminya, bolehkah?
Jawab beliau,
الأولى للمؤمنة أن لا ترضع أحداً إلا بإذن أهل الولد وبإذن زوجها؛ لأن هذا قد يضر ولدها أيضاً, فالأولى بها والأحوط لها أن لا ترضع أحداً إلا بالإذن, إلا إذا كان زوجها في الغالب يرضى بهذا, أو كان فيها لبن كثير والحاجة ماسة إلى إرضاعه جيرانها…. فلا بأس إن شاء الله
Selayaknya seorang mukminah tidak menyusui bayi milik orang, kecuali dengan izin ortunya dan suaminya. Karena bisa jadi menyusui anak orang lain bisa membahayakan anaknya sendiri. Yang lebih hati-hati, jangan sampai menyusui anak orang lain, kecuali ada izin. Kecuali jika umumnya, suaminya ridha. Atau ASInya sisa banyak, dan ada kebutuhan mendesak untuk diberikan ke anak tetanggannya. insyaaAllah tidak masalah.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/noor/11231
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Hanya saja, sang ibu harus meminta izin kepada keluarga si bayi dan minta izin ke suaminya.
Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang hukum seorang ibu menyusui anak orang lain tanpa izin suaminya, bolehkah?
Jawab beliau,
الأولى للمؤمنة أن لا ترضع أحداً إلا بإذن أهل الولد وبإذن زوجها؛ لأن هذا قد يضر ولدها أيضاً, فالأولى بها والأحوط لها أن لا ترضع أحداً إلا بالإذن, إلا إذا كان زوجها في الغالب يرضى بهذا, أو كان فيها لبن كثير والحاجة ماسة إلى إرضاعه جيرانها…. فلا بأس إن شاء الله
Selayaknya seorang mukminah tidak menyusui bayi milik orang, kecuali dengan izin ortunya dan suaminya. Karena bisa jadi menyusui anak orang lain bisa membahayakan anaknya sendiri. Yang lebih hati-hati, jangan sampai menyusui anak orang lain, kecuali ada izin. Kecuali jika umumnya, suaminya ridha. Atau ASInya sisa banyak, dan ada kebutuhan mendesak untuk diberikan ke anak tetanggannya. insyaaAllah tidak masalah.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/noor/11231
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar