SETIAP Idul Fitri, kita selalu melakukan halal bihalal. Terutama ketika shalat id telah selesai dilaksanakan. Tradisi salam-salaman dengan setiap orang menjadi suatu hal yang tak bisa ditinggalkan. Memang, hal ini termasuk dalam kategori perbuatan yang baik. Di mana satu sama lain saling memaafkan dan semakin terjalin erat hubungan tali silaturahim.
Selain itu, bukan hanya salam-salaman yang menjadi khas Idul Fitri. Ziarah kubur pun seolah menjadi keharusan. Banyak orang pergi bersama-sama dengan anggota keluarganya untuk mengunjungi peristirahatan terakhir anggota keluarganya yang lain yang telah wafat. Mereka berkumpul untuk mendoakannya. Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?
Karena tidak dikenal selain di Indonesia dan baru muncul pada abad-abad terakhir ini, tidak banyak perkataan ulama yang membahas secara khusus tentang halal bihalal. Namun ada masalah lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan halal bihalal dan sudah banyak dibahas oleh para ulama sejak zaman dahulu, yaitu masalah berjabat tangan atau bersalam-salaman setelah shalat dan pengkhususan ziarah kubur di hari raya.
Berjabat tangan adalah sunnah saat bertemu dengan orang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari al-Bara’ (bin ‘Azib), ia berkata Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, melainkan keduanya sudah diampuni sebelum berpisah,” (HR. Abu Dawud no. 5.212 dan At-Tirmidzi no. 2.727, dihukumi shahih oleh al-Albani).
Tapi ketika sunnah ini dikhususkan pada waktu tertentu dan diyakini sebagai sunnah yang dilakukan terus menerus setiap selesai shalat, hukumnya berubah. Karena pengkhususan ini adalah tambahan syariah baru dalam agama. Di samping itu, bersalama-salaman setelah shalat juga membuat orang tersibukkan dari amalan sunnah setelah shalat yaitu dzikir. (Fatawa Syaikh Abdullah bin ‘Aqiel, 1/141)
Ibnu Taimiyyah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab, “Berjabat tangan setelah shalat bukanlah sunnah, tapi itu adalah bid’ah. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 23/339)
Lebih jelas lagi, dalam Al-A’yad wa Atsaruha ‘alal Muslimin, hal. 247 para ulama menghitung pengkhususan ziarah kubur di hari raya termasuk bid’ah. Padahal ziarah kubur juga merupakan amalan yang pada dasarnya dianjurkan dalam Islam. Seperti dijelaskan dalam hadis dari Buraidah (al-Aslami), ia berkata Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh aku dulu telah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena ia mengingatkan akhirat,” (HR. Ashhabus Sunan, dan lafazh ini adalah lafazh Ahmad no. 23.055 yang dihukumi shahih oleh Syu’aib al-Arnauth).
Demikian pula berjabat tangan dan bermaaf-maafan adalah bagian dari ajaran Islam. Namun ketika dikhususkan pada hari tertentu dan diyakini sebagai sunnah yang terus menerus dilakukan setiap tahun, hukumnya berubah menjadi tercela. Wallahu a’lam.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar