logo blog

Mempercantik Diri dengan Menjalani Operasi Plastik

Mempercantik Diri dengan Menjalani Operasi Plastik


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk6H5LMzPtCrnkLG7XngsRVWUVRwEAxZxxP1p6Gq1Ye_yZISuztzRh3Utnrrgm7_QLzpAQ45ko2WKNBWyRvRiVo1Jp67nLTXgQwok4dKUd2Uruw-cQVkpaADyDp1Achcepv4lyYwZMfviE/s1600/operasi-plastik.jpg

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya, “Bagaimana hukum melaksanakan operasi kecantikan dan hukum mempelajari ilmu kecantikan?”

Jawaban beliau,”Operasi kecantikan (plastik) ini ada dua macam. Pertama, operasi kecantikan untuk menghilangkan cacat yang karena kecelakaan atau yang lainnya. Operasi seperti ini boleh dilakukan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan izin kepada seorang lelaki–yang terpotong hidungnya dalam peperangan–untuk membuat hidung palsu dari emas. Kedua, operasi yang dilakukan bukan untuk menghilangkan cacat, namun hanya untuk menambah kecantikan (supaya bertambah cantik). Operasi ini hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena dalam sebuah hadis (disebutkan),

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْ صِلَةَوَالَوَاشِمَةَوَالْمَسْتَوْشِمَةَ

‘Rasulullah melaknat orang yang menyambung rambut, orang yang minta disambung rambutnya, orang yang membuat tato, dan orang yang minta dibuatkan tato.’ (H.R. Bukhari)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDloN0-BGhRqhzVuGZ97PwsBrElmvKjDddDFFZqzAViJe_lLvgoKTuX-0T6hfcmeMyWHaIVcUAttSn-sdOO74iHgIsxyvAH4Tit1XE6cf4EeKwJwjw2zKde5lUohbFOMv-cH8NXQvbMEQ/s400/tamtamcomputer.jpg

Alasannya, adalah karena operasi seperti ini akan membuat keindahan yang baru, dan bukan untuk menghilangkan cacat.

Adapun berkaitan dengan siswa yang diharuskan untuk mempelajari operasi kecantikan (plastik) dalam kurikulum pelajarannya, maka dia boleh mempelajarinya, tetapi tidak boleh digunakan untuk operasi yang haram. Bahkan, semestinya, dia memberikan nasihat kepada orang yang memintanya melakukan operasi yang diharamkan (itu) agar menjauhi operasi ini, karena hukumnya haram. Mungkin, nasihat dari dokter lebih diterima oleh pasien.” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hlm. 478–479)

Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M.



**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger