Pertanyaan:
Assalamu’alaikum.
Ustadz keponakan saya sudah mengatakan pada istrinya “kalau kamu keluar rumah, kamu bukan lagi tanggunganku“. Lalu istrinya keluar rumah. Dia juga mengatakan kalau tidak pulang juga saya ceraikan kamu, tapi besoknya istrinya pulang. Dan beberapa kali kalimat senada lewat sms. Ini terjadi dalam 1 hari, dalam 1 masalah, lebih dari 3 kali ucapan senada.
Bagaimana status pernikahan mereka? Sekarang mereka sudah baikan. Dia memang tidak tahu batasan cerai ada 3 kali. Sangat tidak paham dalam masalah agama. Mohon jawaban Ustadz.
Jazakumullahu khairan
Dari: Wardiana
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Pendidikan masalah keluarga memang sangat penting. Dengan bekal ini, setiap pelaku rumah tangga akan bisa memposisikan dirinya dengan baik di keluarganya. Betapa banyak keluarga yang hancur, gara-gara ketidak-tahuan suami atau istri tentang tanggung jawab masing-masing. Namun sayang, umumnya remaja dan para calon suami atau istri, lebih rajin mempelajari seni dalam ranjang, ketimbang kajian syariah untuk menjadi pasangan yang baik. Mereka bisa menjadi pendekar di ranjang, tapi menjadi penjahat di tempat lain.
Kembali pada inti masalah yang Anda sampaikan. Kasus yang terjadi pada keponakan Anda disebut talak muallaq (cerai bersyarat).
Pembahasan:
Ibnu Utsaimin menjelaskan, permasalahan bersumpah untuk talak tidak dijumpai di zaman para sahabat. Yang ada di zaman sahabat adalah bersumpah untuk nadzar. Misalnya mereka mengatakan: Jika saya memakai baju ini, maka saya nadzar untuk puasa setahun. Nadzar semacam ini oleh para sahabat dipahami sebagai sumpah dan bukan nadzar. Sehingga ketika dia melanggar apa yang dia ucapkan, dengan memakai baju itu maka dia membayar kaffarah sumpah dan tidak melaksanakan nadzarnya dengan puasa setahun (asy-Syarhul Mumthi’, 13:126).
Ulama mengqiyaskan kasus talak muallaq dengan nadzar muallaq di atas. Itulah pendapat yang mendekati kebenaran. Dan itulah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibn Taimiyah.
Untuk mengetahui status talak muallaq, apakah jatuh talak ataukah tidak, kita simak keterangan Imam Ibnu utsaimin berikut:
واعلم أن تعليق الطلاق بالشروط ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
Ketahuilah bahwa mengucapkan talak muallaq dengan syarat itu ada 3 bentuk:
الأول: أن يكون شرطاً محضاً فيقع به الطلاق بكل حال. مثال التعليق المحض أن يقول: إذا غربت الشمس فأنت طالق، فإذا غربت طلقت؛ لأنه علقه على شرط محض.
Pertama, penyebutan syarat itu, murni untuk syarat. Dalam kasus ini, jatuh talak, apapun niat suami. Misal, suami mengatakan: “Apabila matahari terbenam nanti, maka kamu tertalak.” Sehingga ketika matahari terbenam, maka jatuh talak untuk istrinya. Karena si suami menyebutkan terbenamnya matahari, semata-mata untuk syarat.
الثاني: أن يكون يميناً محضاً فلا يقع به الطلاق، وفيه كفارة يمين. ومثال اليمين المحض: أن يقول: إن كلمتُ زيداً فامرأتي طالق، وهو يقصد الامتناع من تكليم زيد، فهذا يمين محض؛ لأنه لا علاقة بين كلامه زيداً وتطليقه امرأته.
Kedua, semata-mata untuk sumpah. Dalam kasus ini tidak jatuh talak, dan suami wajib membayar kaffarah sumpah . Contoh, seorang suami mengatakan: “Jika saya sampai berbicara dengan Zaid, maka istriku tertalak.” Maksud suami adalah untuk menahan dirinya agar tidak berbicara dengan Zaid. Kalimat semacam ini nilainya adalah sumpah murni. Karena tidak ada hubungan antara dia berbicara dengan Zaid dan tertalaknya istrinya.
الثالث: أن يكون محتملاً الشرط المحض واليمين المحض، فهذا يرجع فيه إلى نية المعلق. مثال ما كان محتملاً للأمرين: أن يقول لزوجته: إن خرجت من البيت فأنت طالق، فيحتمل أنه أراد الشرط، بمعنى أن امرأته إذا خرجت طابت نفسه منها، ووقع عليها طلاقه، وحينئذٍ يكون مريداً للطلاق؛ فإذا خرجت من البيت طلقت، فكأنه يقول: إذا خرجت من البيت أصبحت امرأة غير مرغوب فيك عندي، فأنا أكرهك، فحينئذٍ يقع الطلاق؛ لأنه شرط محض.
Ketiga, kalimat yang memiliki dua kemungkinan makna: syarat saja atau sumpah saja. Kalimat semacam ini kembali kepada niat suami yang mengucapkan talak bersyarat tadi.
Contoh: ada seorang suami yang mengatakan kepada istrinya: “Jika kamu keluar dari rumah maka kamu tertalak.” Kalimat ini memiliki 2 kemungkinan:
a). Suami menginginkan ancaman itu sebagai syarat. Artinya, jika si istri keluar rumah maka suami telah benci kepadanya dan jatuh talaknya untuk istri. Ketika itu, suami hakikatnya menginginkan untuk talak. Jika si istri keluar dari rumah, maka dia tertalak. Seolah si suami mengatakan kepada istrinya: “Jika kamu keluar rumah maka kamu menjadi wanita yang tidak lagi aku cintai, aku membencimu.” Dalam keadaan ini, jatuh talak. Karena syarat keluar rumah yang disampaikan oleh suami semata-mata menjadi batasan syarat.
الاحتمال الثاني: أن لا يكون قصده إيقاع الطلاق، بل هو راغب في زوجته ولو خرجت، ولا يريد طلاقها، لكنه أراد بهذا أن يمنعها من الخروج، فعلقه على طلاقها تهديداً، فإذا خرجت في هذه الحال فإنها لا تطلق؛ لأن هذا يراد به اليمين، وقد قال النبي عليه الصلاة والسلام: «إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى»
b). Maksud suami BUKAN untuk menjatuhkan talak. Bahkan suami tetap mencintai istrinya, sekalipun dia keluar rumah. Suami sama sekali tidak ingin mentalaknya. Namun tujuan suami menyampaikan ini adalah untuk melarang istri agar tidak keluar rumah. Kemudian suami menggandengkannya dengan talak sebagai bentuk ancaman. Karena itu, ketika istri keluar dari rumah, dia tidak tertalak. Karena maksud suami hanyalah untuk bersumpah. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang didapatkan seseorang sesuai dengan niatnya.” (asy-Syarhul Mumthi, 13:126).
Berdasarkan keterangan di atas, untuk kasus yang Anda sampaikan, perlu dikembalikan kepada sang suami. Seperti apakah niatan suami ketika dia menyampaikan kalimat ancaman itu? Apakah ketika menyampaikan seperti itu, suami punya niatan untuk menceraikan istrinya? Jika tidak, maka tidak jatuh talak, namun dia wajib membayar kafarah sumpah.
Semoga bermanfaat..
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar