FENOMENA mudik atau pulang kampung di Indonesia setiap tahun, khususnya di saat menjelang Idul Fitri memang sangat menarik perhatian umum.
Bahkan untuk kegiatan ini, semua lapisan masyarakat. Mulai aparat polisi, anggota TNI hingga masyarakat tertarik ikut menertibkan jalannya lalu lintas. Demikian presiden ikut turun tangan menginstruksikan jajarannya agar memberi kenyamanan bagi setiap pemudik.
TV , radio mengabarkan setiap peristiwa kepada pemirsa, kita bisa saksikan pelabuhan ramai, stasion kereta api membludak , bahkan tiket pesawat ludes. Tidak jarang kita dengar ada saja tumbal saat mudik karna tabrakan kendaran atau kejahatan jalanan. Subhanallah.
Namun semua hal ini bukan penghalang bagi kebanyakan kaum muslimin Indonesia untuk tetap melakukannya. Setahu penulis, tidak ada peristiwa mudik paling fenomenal di dunia selain di negeri kita.
Kesalahan dalam mudik
Seiring antusiasnya untuk pulang kampung di saat Hari Raya, namun tetap saja bisa kita dapati masih banyaknya kaum muslimin yang tidak menyadari begitu banyak yang memaksakan diri dari tanah perantauan pulang ke tanah kelahiran dengan berhutang kanan kiri padahal belum tentu bisa mengembalikannya.
Kesalahan-kesalahan lainnya adalah masih banyak kita dapati para pemudik meninggalkan sholat ketika dalam perjalanan, memamerkan kekayaan di kampung halaman, tentu sikap tersebut di larang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Mudik bisa bernilah ibadah jika niat kehadirannya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Jika dengan mudik membuat bahagia kedua orang tua, memanjangkan silaturrahim, menambah rasa kasih sesama kita dan tentunya keadaan kita juga mampu melakukannya maka mudik harus menjadi tradisi kita.
Hal ini bisa termasuk dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala;
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al – Isro: 23).
Dan senada dengan sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk Surga”. [dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî]
Mudik sesunggunya
Walau dalam keadaan capek dan berpayah-payah, namun sering kita perhatian para pemudik tetap semangat, wajahnya ceria, gembira karna terbayang indahnya kampung halaman. Kenangan manis di masa kecil dan yang terpenting adalah adanya orang – orang yang dicintai, di sana ada ibu, bapak, nenek, kakek, kaka, adik dan keluarga bahkan kawan lama sewaktu kecil, hilang rasa lelah dan letih.
Inilah gambaran mudik di dunia disiapkan dengan sungguh, mulai dari beli tiket sampai oleh – oleh buat orang terkasih, namun begitu jarang kita menyadari kampung akhirat, mudik kita yang sesungguhnya.
Mudik ke kampung akherat adalah mudik yang tidak kembali lagi ke dunia tempat perantauan, mudik di dunia saja kalau kurang bekal kita was – was, khawatir bahkan gagal pulang kampung, lalu seberapa rindu kita pulang kampung akhirat?
Bilal bin Rabah RA berkata kepada istrinya yang menangis karena beliu terbaring sakit; “Jangan menangis tapi tersenyumlah karna aku akan bertemu dengan kekasihku Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan sahabat – sahabatku.”
Bagaimana bekal kita untuk mudik ke akhirat, seberapa banyak persiapan kita?
Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata ketika sakit yang mengantarkannya sampai wafat seraya meneteskan air mata. “Teramat panjang perjalananku namun teramat sedikit perbekalanku, ” katanya. Allahu Akbar sekelas Abu Hurairah Ra saja mengatakan itu.
Al -Qur’an menyebutkan :
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekalah kamu maka sebaiknya bekal adalah ketaqwaan. ” (QS: Baqarah: 197)
Ketaqwaan inilah sebenarnya tujuan besar dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.
Bahkan untuk kegiatan ini, semua lapisan masyarakat. Mulai aparat polisi, anggota TNI hingga masyarakat tertarik ikut menertibkan jalannya lalu lintas. Demikian presiden ikut turun tangan menginstruksikan jajarannya agar memberi kenyamanan bagi setiap pemudik.
TV , radio mengabarkan setiap peristiwa kepada pemirsa, kita bisa saksikan pelabuhan ramai, stasion kereta api membludak , bahkan tiket pesawat ludes. Tidak jarang kita dengar ada saja tumbal saat mudik karna tabrakan kendaran atau kejahatan jalanan. Subhanallah.
Namun semua hal ini bukan penghalang bagi kebanyakan kaum muslimin Indonesia untuk tetap melakukannya. Setahu penulis, tidak ada peristiwa mudik paling fenomenal di dunia selain di negeri kita.
Kesalahan dalam mudik
Seiring antusiasnya untuk pulang kampung di saat Hari Raya, namun tetap saja bisa kita dapati masih banyaknya kaum muslimin yang tidak menyadari begitu banyak yang memaksakan diri dari tanah perantauan pulang ke tanah kelahiran dengan berhutang kanan kiri padahal belum tentu bisa mengembalikannya.
Kesalahan-kesalahan lainnya adalah masih banyak kita dapati para pemudik meninggalkan sholat ketika dalam perjalanan, memamerkan kekayaan di kampung halaman, tentu sikap tersebut di larang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Mudik bisa bernilah ibadah jika niat kehadirannya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Jika dengan mudik membuat bahagia kedua orang tua, memanjangkan silaturrahim, menambah rasa kasih sesama kita dan tentunya keadaan kita juga mampu melakukannya maka mudik harus menjadi tradisi kita.
Hal ini bisa termasuk dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala;
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al – Isro: 23).
Dan senada dengan sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk Surga”. [dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî]
Mudik sesunggunya
Walau dalam keadaan capek dan berpayah-payah, namun sering kita perhatian para pemudik tetap semangat, wajahnya ceria, gembira karna terbayang indahnya kampung halaman. Kenangan manis di masa kecil dan yang terpenting adalah adanya orang – orang yang dicintai, di sana ada ibu, bapak, nenek, kakek, kaka, adik dan keluarga bahkan kawan lama sewaktu kecil, hilang rasa lelah dan letih.
Inilah gambaran mudik di dunia disiapkan dengan sungguh, mulai dari beli tiket sampai oleh – oleh buat orang terkasih, namun begitu jarang kita menyadari kampung akhirat, mudik kita yang sesungguhnya.
Mudik ke kampung akherat adalah mudik yang tidak kembali lagi ke dunia tempat perantauan, mudik di dunia saja kalau kurang bekal kita was – was, khawatir bahkan gagal pulang kampung, lalu seberapa rindu kita pulang kampung akhirat?
Bilal bin Rabah RA berkata kepada istrinya yang menangis karena beliu terbaring sakit; “Jangan menangis tapi tersenyumlah karna aku akan bertemu dengan kekasihku Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan sahabat – sahabatku.”
Bagaimana bekal kita untuk mudik ke akhirat, seberapa banyak persiapan kita?
Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata ketika sakit yang mengantarkannya sampai wafat seraya meneteskan air mata. “Teramat panjang perjalananku namun teramat sedikit perbekalanku, ” katanya. Allahu Akbar sekelas Abu Hurairah Ra saja mengatakan itu.
Al -Qur’an menyebutkan :
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekalah kamu maka sebaiknya bekal adalah ketaqwaan. ” (QS: Baqarah: 197)
Ketaqwaan inilah sebenarnya tujuan besar dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.
“Itik bukan sembarang itik,
Itik cantik berenang di tengah sawah,
Mudik bukan sembarang mudik,
Kami mudik niatnya ibadah.”*/N.Nurman Abu Hilyah
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar