Lanjutan dari Ali dan Tugas Mulia di Malam Hijrah (Bagian 2)
Adapun Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu, di dalam rumah ia telah mengenakan pakaian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kemudian tidur di tempat beliau.
Orang-orang musyrik melempari Ali dengan batu sebagaimana Nabi dilempari batu.
Ali menahan rasa sakit yang dirasakannya. ia memasukkan kepalanya ke dalam selimut dan tidak sekalipun mengeluarkannya. Itu dilakukannya di tengah-tengah semua penindasan dan gangguan tersebut.
Dalam kondisi tersebut Ali tetap tegar, tidak merasa takut sedikit pun dan tidak pula merasa gelisah. Seab, ia adalah seorang pahlawan. Dia adalah orang besar.
Pada pagi harinya, kepalanya disingkapkan dan orang-orang musyrik mendapati bahwa ia adalah Ali bin Abi Thalib, sehingga gagallah semua perbuatan makar yang mereka lakukan.
Allah Ta’ala mengembalikan tipu daya mereka terhadap mereka sendiri.
Sebelum berangkat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Ali untuk menyusul beliau ke Madinah. Ali pun berangkat menyusul beliau ke sana.
Ia berjalan di malam hari dan beristirahat di siang hari hingga tiba di Madinah. Para shahabat segera menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan memberitahu beliau tentang kedatangan Ali.
Wajah beliau menjadi cerah dan berkata, “Panggilkan Ali bin Abi Thalib untuk menemuiku.”
Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, ia tidak kuat lagi berjalan.”
Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam segera bangkit dan menemuinya. Ketika melihatnya, beliau menangis dan memeluknya.
Beliau menangis karena kasihan melihat kedua kakinya yang membengkak dan mengeluarkan darah.
Saat itu mulut-mulut seakan terkunci dan hanya air mata yang mampu berbicara.
Lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meludah di kedua tangannya dan kemudian mengusapkannya ke kedua kaki Ali seraya mendoakan kesehatan untuknya. Sejak saat itu Ali tidak pernah lagi merasakan sakit sampai ia syahid.
Mungkin penting untuk diingatkan di sini bahwa peran Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu merupakan peran yang paling strategis dan paling penting dalam proses terjadinya hijrah.
Itu adalah pengorbanan pertama di dalam Islam, sehingga pengorbanan seperti itu tentunya haruslah sebuah pengorbanan yang tidak ada duanya.
Ali mengetahui bahwa pedang-pedang terhunus telah menunggunya di pagi hari.
Sampai hari kiamat kelak, setiap kali kaum muslimin mengingat peristiwa hijrah, mereka akan terus mengingat pengorbanan dan kepahlawanan itu, yang telah menjadikan kisah kepahlawanan lainnya menjadi kecil.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Ali dan Tugas Mulia di Malam Hijrah (Bagian 4)
Lentera Kabah
Tidak ada komentar