TANYA: Dikatakan bahwa barang dagangan pun terkena wajib zakat. Maksud barang dagangan di sini apa?
JAWAB: Dikutip dari rumaysho.com bahwa barang dagangan (‘urudhudh tijaroh) yang dimaksud di sini adalah yang diperjualbelikan untuk mencari untung.
Dalil akan wajibnya zakat perdagangan adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu,” (QS. Al Baqarah: 267).
Imam Bukhari meletakkan bab dalam kitab zakat dalam kitab shahihnya, di mana beliau berkata,
باب صَدَقَةِ الْكَسْبِ وَالتِّجَارَةِ
“Bab: Zakat hasil usaha dan tijaroh (perdagangan),” setelah itu beliau rahimahullah membawakan ayat di atas.
Kata Ibnul ‘Arobi,
مَا كَسَبْتُمْ يَعْنِي : التِّجَارَةَ
“Yang dimaksud ‘hasil usaha kalian’ adalah perdagangan.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Para ulama empat madzhab dan ulama lainnya –kecuali yang keliru dalam hal ini- berpendapat wajibnya zakat barang dagangan, baik pedagang adalah seorang yang bermukim atau musafir. Begitu pula tetap terkena kewajiban zakat walau si pedagang bertujuan dengan membeli barang ketika harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak,” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 45).
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar