Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Saya menikah–kurang-lebih–satu tahun yang lalu. Sudah enam bulan ini, kami pisah, tidak ada komunikasi lagi, karena istri saya dibawa oleh orang tuanya pindah ke kota lain.
Sejak awal pernikahan kami, acap kali terjadi pertengkaran di antara kami, disebabkan karena kami bekerja beda kota. Istri saya, waktu itu, tinggal dengan orang tuanya. Awalnya, istri saya mau ikut saya jika di kota tempat saya mencari nafkah (dia bisa, red.) dapat pekerjaan, tetapi (ketika, red.) pekerjaan tersebut didapat (oleh, red.) istri saya, (dia, red.) tidak mau pindah ke tempat saya tinggal, dengan berbagai alasan, dan orang tua istri saya selalu menahan istri saya untuk tidak boleh saya bawa ke tempat saya tinggal, dengan berbagai alasan.
Pada suatu saat, terjadi pertengkaran hebat antara kami, dan istri saya meminta cerai kepada saya tetapi saya tidak kabulkan. Dan saya tidak habis pikir; ibu mertua saya menyarankan di antara kami berpisah saja.
Yang menjadi pertanyaan saya :
1. Apa yang harus saya lakukan? Di satu sisi, saya ingin mempertahankan keluarga saya. Di sisi lain, saya kecewa dengan istri saya.
2. Apakah saat ini sudah jatuh talak saya kepada istri saya, sedangkan istri pergi meninggalkan saya?
3. Termasuk istri yang durhakakah istri saya ini; dia lebih memilih ikut orang tuanya dibanding suaminya?
4. Berdosakah mertua saya ini yang memisahkan saya dan istri saya dan membawa pergi istri saya?
5. Langkah terbaik apakah yang harus saya lakukan ?
Terima kasih atas jawaban dan nasihatnya.
NN (**@***.com)
Wa’alaikum salam wa rahmatullah.
Tentang hukumnya, pertanyaan serupa pernah dibahas di web Ustadz Aris Munandar.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Mana yang harus didahulukan bagi seorang istri antara berbakti kepada suami dan mengurusi anak, dengan berbakti dan mengurus orang tua? Keduanya tidak bisa dikerjakan secara bersamaan karena tempat tinggal yang saling berjauhan. Memilih salah satunya berarti mengabaikan yang lain. Dua adik belum menikah dan masih tinggal dengan orang tua. Jazakumullah. Nuryati Wassalam. 08139xxxx
Jawaban:
Wassalamu’alaikum warahmatullah,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا »
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai boleh kuperintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain tentu kuperintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi no 1159, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).
Ketika menjelaskan hadits di atas penulis Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, “Demikian itu dikarenakan banyaknya hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri dan tidak mampunya istri untuk berterima kasih kepada suaminya. Dalam hadits ini terdapat ungkapan yang sangat hiperbola menunjukkan wajibnya istri untuk menunaikan hak suaminya karena tidak diperbolehkan bersujud kepada selain Allah.”
Berdasarkan hadits di atas maka seorang istri berkewajiban untuk lebih mendahulukan hak suami dari pada orang tuanya jika tidak mungkin untuk menyelaraskan dua hal ini.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Seorang perempuan jika telah menikah maka suami lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan kedua orang tuanya dan mentaati suami itu lebih wajib dari pada taat orang tua” (Majmu’ Fatawa 32/261).
Di halaman yang lain beliau mengatakan,
“Seorang istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali dengan izin suami meski diperintahkan oleh bapak atau ibunya apalagi selain keduanya. Hukum ini adalah suatu yang disepakati oleh para imam. Jika suami ingin berpindah tempat tinggal dari tempat semula dan dia adalah seorang suami yang memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami serta menunaikan hak-hak istrinya lalu orang tua istri melarang anaknya untuk pergi bersama suami padahal suami memerintahkannya untuk turut pindah maka kewajiban istri adalah mentaati suami, bukan mentaati orang tuanya karena orang tua dalam hal ini dalam kondisi zalim. Orang tua tidak boleh melarang anak perempuannya untuk mentaati suami dalam masalah-masalah semacam ini” (Majmu’ Fatawa, 32/263). ¹
Selanjutnya, kami sarankan, Anda bisa berikan artikel tersebut kepada istri Anda. Kemudian, lakukanlah negosiasi ulang dengan istri Anda, dengan menggunakan bahasa “cinta”. Sebaiknya, hindari bahasa “tuntutan hak dan kewajiban”.
Semoga diberkahi.
Sumber: 1. http://ustadzaris.com/mendahulukan-hak-suami-dari-orang-tua (Disertai penyuntingan bahasa oleh redaksi KonsultasiSyariah.com)
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar