logo blog

Cara Agar Senyumanmu Bisa Mendatangkan Pahala, Bukan Sekedar Senyuman Karena Tuntutan Pekerjaan

Cara Agar Senyumanmu Bisa Mendatangkan Pahala, Bukan Sekedar Senyuman Karena Tuntutan Pekerjaan


http://www.lenterakabah.com/wp-content/uploads/2016/06/Cara-Agar-Senyumanmu-Bisa-Mendatangkan-Pahala-Bukan-Sekedar-Senyuman-Karena-Tuntutan-Pekerjaan.png

Mungkin kita pernah mampir di pom bensin, lalu ada tulisan , “Jika Petugas Kami Tidak Memberikan Senyuman, maka anda mengisi bensin gratis”

Mungkin juga ketika anda pergi ke hotel, anda akan disambut dengan senyuman stafnya
Mungkin juga ketika anda naik pesawat, anda akan mendapat senyuman juga,.

Ketika kita berbelanja di super market, kita akan mendapat senyuman dari satpam dan staf kasirnya
Tapi apakah ketika kita bertemu di jalan dengan orang yang memberikan senyuman ketika orang tersebut sedang bertugas di pom bensin,hotel,pesawat,supermarket, apakah anda mendapat senyuman juga? , Belum tentu, bahkan terkadang mereka pelit senyum,cuek, kenapa itu bisa terjadi? sebab senyuman yang diberikan kepada anda adalah senyuman karena tuntutan pekerjaan, bukan senyuman yang tulus ikhlas karena mengharap pahala dari Allah.

Bagaimanakah supaya senyuman kita bernilai sebagai pahala?

KEUTAMAAN TERSENYUM DI HADAPAN SEORANG MUSLIM

Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim, M.A


عن أبي ذَرّ  قال: قال رسول الله : ((تبسُّمك في وجه أخيك لك صدقةٌ)) رواه الترمذي وابن حبان غيرهما، وهو حديث حسن.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan tersenyum dan menampakkan muka manis di hadapan seorang muslim, yang hadits ini semakna dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain:

“Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria”[2].

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

– Menampakkan wajah ceria dan berseri-seri ketika bertemu dengan seorang muslim akan mendapatkan ganjaran pahala seperti pahala bersedekah[3].- Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat yang mulia, Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarangku untuk menemui beliau sejak aku masuk Islam, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum di hadapanku”[4].
– Menampakkan wajah manis di hadapan seorang muslim akan meyebabkan hatinya merasa senang dan bahagia, dan melakukan perbuatan yang menyebabkan bahagianya hati seorang muslim adalah suatu kebaikan dan keutamaan[5].

– Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan faidah penting sehubungan dengan masalah ini, ketika beliau mengomentari ucapan Muhammad bin Nu’man bin Abdussalam, yang mengatakan: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih tekun beribadah melebihi Yahya bin Hammad[6], dan aku mengira dia tidak pernah tertawa”. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Tertawa yang ringan dan tersenyum lebih utama, dan para ulama yang tidak pernah melakukannya ada dua macam (hukumnya):

http://www.lenterakabah.com/wp-content/uploads/2016/06/Cara-Agar-Senyumanmu-Bisa-Mendatangkan-Pahala-Bukan-Sekedar-Senyuman-Karena-Tuntutan-Pekerjaan.jpg

Pertama: (bisa jadi) merupakan kebaikan bagi orang yang meninggalkannya karena adab dan takut kepada Allah Ta’ala, serta sedih atas (kekurangan dan dosa-dosa yang ada pada) dirinya.

Kedua: (bisa jadi) merupakan celaan (keburukan) bagi orang yang melakukannya (tidak mau tersenyum) karena kedunguan, kesombongan, atau sengaja dibuat-buat. Sebaimana orang yang banyak tertawa akan direndahkan (diremehkan orang lain).

Dan tidak diragukan lagi, tertawa pada diri pemuda lebih ringan (dilakukan) dan lebih dimaklumi dibandingkan dengan orang yang sudah tua.

Adapun tersenyum dan menampakkan wajah ceria, maka ini lebih utama dari semua perbuatan tersebut (di atas), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu”. Dan Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum”.
Inilah akhlak (mulia) dalam Islam, dan kedudukan yang paling tinggi (dalam hal ini) adalah orang yang selalu menangis (karena takut kepada Allah ‘Azza wa jalla) di malam hari dan selalu tersenyum di siang hari. (Dalam hadits lain) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia denga hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka dengan keceriaan (pada) wajahmu”[7].

Ada hal lain (yang perlu diingatkan) di sini, (yaitu) sepatutnya bagi orang banyak tertawa dan tersenyum untuk menguranginya (agar tidak berlebihan), dan mencela dirinya (dalam hal ini), agar dia tidak dijauhi/dibenci orang lain, demikian pula sepatutnya bagi orang yang (suka) bermuka masam dan cemberut untuk tersenyum dan memperbaiki tingkah lakunya, serta mencela dirinya karena buruknya tingkah lakunya, maka segala sesuatu yang menyimpang dari (sikap) moderat (tidak berlebihan dan tidak kurang) adalah tercela, dan jiwa manusia mesti sungguh-sungguh dipaksa dan dilatih (untuk melakukan kebaikan)”[8]. Wallahu a’lam

Catatan Kaki:

[1] HR at-Tirmidzi (no. 1956), Ibnu Hibban (no. 474 dan 529) dll, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibbanrahimahullah, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “ash-Shahihah” (no. 572).[2] HSR Muslim (no. 2626).
[3] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (6/75-76).
[4] HSR al-Bukhari (no. 5739) dan Muslim (no. 2475).
[5] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (5/458).
[6] Beliau adalah seorang Imam besar yang terpercaya dalam meriwayatkan hadits (wafat 215 H), biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin Nubala’” (10/139) dan “Taqriibut tahdzib” (hal. 545).
[7] HR al-Hakim (1/212) dll, hadits ini sangat lemah, dalam sanadnya ada Abdullah bin Sa’id al-Maqburi, dia seorang yang sangat lemah dan ditinggalkan riwayatnya, sebagaimana ucapan adz-Dzahabi rahimahullah dan Ibnu Hajar rahimahullah dalam “Taqriibut tahdzib” (hal. 256). Lihat“adh-Dha’iifah” (no. 634).
[8] Kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (10/140-141).


**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger