Seorang yang sedang ditimpa musibah sakit, bukan berarti dia terepas dari kewajiban ibadah. Termasuk yang paling penting adalah ibadah shalat. Ibadah yang sangat erat kaitannya dengan ibadah shalat adalah thaharah (bersuci), baik dari hadats besar maupun hadats kecil. Namun sangat disayangkan, banyak kaum muslimin yang belum mengetahui tuntunan bersuci ketika dalam kondisi sakit.
Berikut secara ringkas penjelasan tuntunan bersuci bagi orang sakit oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah dalam risalah beliau yang berjudul Ahkaamu sholatil maridh wa thaharatihi. Semoga penjelasan dari beliau dapat bermanfaat.
Kemudahan Syariat Islam
Syariat Islam dibangun di atas ajaran yang ringan dan mudah. Allah Ta’ala memberikan keringanan bagi hamba yang memiliki udzur/hambatan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengn udzur yang ada agar mereka dapat melaksanakan ibadah tanpa mengalami kesulitan. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Allah sekali-kali tidak menjadikan kesulitan bagimu dalam beragama “ (Al Hajj:78).
Juga firman-Nya,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu“ (Al Baqarah:185).
Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu “ (At Taghabun:16).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم
“Jika Aku memerintahkan kalian maka lakukanlah semampu kalian”.
Dan juga sabda beliau,
إن الدين يسر
“Sesungguhnya agama itu mudah”.
Seseorang yang sakit apabila tidak mampu bersuci dengan air untuk berwudhu dari hadats kecil atau mandi dari hadats besar karena tidak mampu atau khawatir bertambah parah sakitnya atau akan menjadi lama sembuhnya, maka dia boleh bertayyamum. Caranya yaitu dengan memukulkan kedua telapak tangannya pada permukaan yang suci dan berdebu sebanyak satu kali. Kemudian dilanjutkan dengan mengusap wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayyammumlah dengan tanah yang baik (bersih). Usaplah wajahmu dan kedua telapak tanganmu dengan tanah itu “ (Al Maidah :6)
Orang yang tidak mampu untuk bersuci menggunakan air hukumnya sama dengan orang yang tidak mendapatkan air untuk bersuci. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu “ (At Taghabun:16).
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Ammar bin Yasir,
إنما يكفيك أن تقول بيديك هكذا
“ Sesungguhnya cukup bagimu melakukannya dengan kedua tanganmu seperti ini ”
Kemudian beliau memukulkan dengan tangan beliau ke tanah dengan sekali pukulan, kemudian mengusap dengan keduanya wajah beliau dan kedua telapak tangan beliau. Tidak boleh tayyamum kecuali dengan tanah suci yang berdebu. Dan tidak sah tayyamum kecuali dengan niat karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersbada,
إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
“Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya”
Tata Cara Bersuci Orang Sakit
1 . Seseorang yang kondisi sakitnya tergolong penyakit ringan, yaitu jika tetap berwudhu menggunakan air tidak menimbulkan perburukan penyakit, serta tidak memperberat rasa sakit atau akibat buruk lainnya. Yang seperti ini misalnya sakit kepala dan sakit gigi. Begitu pula bagi mereka yang memungkinkan untuk menggunakan air hangat dan tidak membahayakan baginya. Maka pada kedua kondisi tersebut tidak diperbolehkan tayyamum. Karena diperbolehkannya tayyamum adalah untuk menghilangkan kemudharatan sementara tidak terjadi kemudharatan pada kondisi sakit tersebut. Karena dia mendapatkan air maka wajib baginya untuk berwudhu.
2. Seseorang yang kondisi penyakitnya dikhawatirkan jika menggunakan air akan menambah parah sakit pada dirinya atau pada anggota badannya, atau hilangnya manfaat, maka dibolehkan baginya untuk bertayyamum. Hal ini karena Allah Ta’ala berfirman, :
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu “ (An Nisa’ :29)
3. Jika kondisi sakitnya tidak mampu untuk bergerak dan mengambil air, maka boleh baginya untuk bertayyamum. Jika dia tidak mampu tayyamum, maka bisa dibantu tayyamum oleh orang lain. Jika ada najis pada badannya, pakaiannya, maupun tempat tidurnya dan tidak bisa untuk dihilangkan atau dibersihkan, maka boleh sholat dengan tetap keadaan seperti itu, karena Allah Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu “ (At Taghabun:16).
Tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya dalam kondisi apapun dengan alasan tidak mampu bersuci atau menghilangkan najis.
4. Seseorang yang memiliki luka atau patah tulang atau bagian yang sakit yang jika menggunakan air akan memberikan madharat baginya kemudian dia junub, maka boleh baginya untuk tayyamum berdasarkan dalil sebelumnya. Jika memungkinkan baginya untuk mandi pada sebagian tubuhnya yang sehat, maka wajib untuk tetap mandi dan tayyamum pada sisa bagian tubuh yang lainnya.
5. Jika orang yang sedang sakit tidak mendapatkan air maupun debu dan tidak ada yang bisa membantunya utuk mendapatkan air maupun debu, maka dia tetap shalat dalam kondisi tersebut dan tidak boleh mengakhirkan shalat, karena Allah Ta’ala berfirman, :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu “ (At Taghabun:16).
6. Seseorang dengan penyakit tidak bisa menahan kencing atau yang terus mengeluarkan darah atau tidak bisa menahan kentut dan tidak bisa diobati, maka wajib baginya untuk berwudhu setiap kali hendak shalat setelah masuk waktunya dan mencuci bagian tubuh dan pakaiannya, atau menggantinya dengan pakaian yang bersih jika memungkinkan. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Allah sekali-kali tidak menjadikan kesulitan bagimu dalam beragama “ (Al Hajj:78).
Juga firman-Nya (yang artinya),
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu“ (Al Baqarah:185).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم
“Jika Aku memerintahkan kalian maka lakukanlah semampu kalian”
Dan hendaknya dia hati-hati menjaga dan mencegah dirinya, pakiannya, dan tempat tidurnya dari air kencing dan darah.
Dia bisa menggunakan waktu shalat tersebut untuk membaca Al Qur’an sampai waktu shalat selesai. Jika telah keluar waktu shalat dia harus mengulang wudhu atau bertayyamum jika tidak mampu berwudhu. Karena Nabi memerintahkan bagi wanita yang istihadhoh untuk berwudhu pada setiap waktu shalat dan ada padanya darah yang bukan darah haid. Dalam kondisi seperti itu jika keluar kencing pada waktu tersebut, tidak membatalkan wudhunya setelah dia berwudhu tatkala masuk waktu sholat.
Jika dia diperban maka diusap pada bagian tersebut tatkala mandi atau wudhu, dan bagian tubuh yang lainnya tetap terkena air. Namun jika hal tersebut membahayakan dirinya maka cukup baginya untuk tayyamum saja. Tayyamum batal dengn melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu, adanya kemampuan untuk menggunkan air,atau bisa mendapatkan air setelah sebelumnya tidak ada. Wallahu waliyyut taufiq.
Mudah-mudahan penjelasan di atas bermanfaat bagi kaum muslimin, terutama yang sedang ditimpa musibah sakit agar dapat melakukan tata cara bersuci yang benar saat sakit. Hal ini juga perlu dipahami bagi keluaga pasien dan tenaga medis agar bisa menuntun pasiennya untuk beribadah.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar