logo blog

Teladan Dari KH. Idham Chalid (NU) dan Buya Hamka (Muhammadiyah)

Teladan Dari KH. Idham Chalid (NU) dan Buya Hamka (Muhammadiyah)

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan dua ormas Islam yang tertua sekaligus memiliki pengikut terbesar di negeri ini. Oleh karena itu, segala permasalahan yang muncul dari kedua ormas Islam ini akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap keberlangsungan aktifitas berbangsa dan bernegara. Dulu, pada masa penjajahan, persatuan diantara keduanya dapat mengantarkan Indonesia kepada gerbang kemerdekaan.

Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan di antara keduanya semakin merenggang hingga berujung pada yang namanya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh politik. Politiklah yang membuat mereka itu berseberangan. Politiklah yang menciptakan adu domba di antara keduanya. Padahal, jika ditelisik dari sisi sejarahnya, Muhammadiyah dan NU itu akarnya sama. Sama sejarahnya, tunggal guru, tunggal ilmu, bahkan satu keluarga.






Sebagai contoh  KH. Idham Chalid  dan Buya Hamka ketika sedang dalam perjalanan menuju tanah suci dalam sebuah kapal laut. Di saat melakukan Shalat Subuh berjamaah, para pengikut Nadhlatul Ulama heran saat KH. Idham Chalid yang mempunyai kebiasaan menggunakan doa Qunut dalam kesehariannya, malah tidak memakai doa Qunut tatkala Buya Hamka dan sebagian pengikut Muhammadiyah menjadi makmumnya.

Demikian sebaliknya. Suatu ketika Buya Hamka mengimami Shalat Subuh, beliau membaca doa Qunut  karena KH. Idham Chalid  dan sebagian pengikut NU menjadi makmumnya. mereka malah berpelukan mesra setelah Shalat bagaikan saudara seiman yang saling menguatkan, saling menghormati,dan saling berkasih sayang.

Lihatlah, betapa kebesaran jiwa mereka terbukti melalui kisah ini,betapa besar jiwa kedua pemimpin umat Islam kita itu, coba kita bandingkan dengan saat ini, dimana masing-masing pengikutnya merasa dirinya sendiri paling benar dan kadang memaksakan pendapatnya atas yang lain.

Belajar dari kisah Buya Hamka dan KH. Idham Chalid, Qunut atau tidak Qunut, merupakan suatu hal yang sunnah, maka hendaklah kita tidak terjebak dalam pertengkaran. karena persaudaraan sesama muslim itu wajib, sedangkan Qunut itu sunnah. Mari utamakan yang wajib ketimbang yang sunah.

Hamka bercerita tentang suatu kali mengimami Shalat Subuh. Dia yang sangat Muhammadiyah kental dengan lapang dada membaca doa Qunut, yang biasanya seperti  ‘diwajibkan’ di kalangan Nahdlatul Ulama.

Mengapa tiba-tiba Hamka menjadi orang NU? Ada apa gerangan?

”Salah seorang yang makmum shalat Subuh itu ialah Kyai Idham Chalid,” ujarnya.

Dia menyebut tokoh NU dengan rasa hormat yang tinggi. Artinya, ketika Shalat tersebut, tidak semaunya sendiri, meski Hamka imamnya. Dia menghormati ’anggota’ yang berada di antara jamaah/makmum. Luar biasa.

Sebuah gambaran, betapa berbeda sifat dan kepribadian yang dimiliki oleh mereka tapi mereka mampu memperat dan mengokohkan ukhuwah yang dijalin. Mereka bagaikan satu tubuh yang saling mengisi tanpa membedakan derajat maupun perbedaan prinsip yang dimiliki. Karena tali yang mengikat mereka bukanlah karena suatu kelompok, golongan, ataupun kesamaan prinsip, tapi yang mengikat persaudaraan mereka adalah Allah SWT.

Betapa indahnya hidup ini jika kita bisa mempererat tali ukhuwah diantara kita sehingga perbedaan yang terjadi tak akan mampu mempecah belah persaudaraan kita. sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.”

Rasulullah SAW pun menambahkan “Orang mukmin itu ibarat satu tubuh, apabila ada anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya.” Di hadist lainpun Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang hendak merasakan manisnya iman, hendaklah ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Rasulullah SAW menghimbau agar kita saling menjaga ukhuwah, “Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu saudaranya yang muslim, lalu ia memegang tangannya (berjabat tangan), gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon kering yang ditiup angin kencang. Sungguh diampuni dosa mereka berdua, meski sebanyak buih dilautan.”(HR.Tabrani).

Penulis: Nahar Ramzy (ramzysolow@gmail.com) ** | republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger