(Foto: Sandjaja (kemeja batik memegang microphone), tokoh agama Katolik, membantah tudingan pemerintah pusat bahwa Kota Serang intoleran)
Aksi penolakan atas rencana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mencabut Perda Kota Serang No. 2 tahun 2010, tentang Penyakit Masyarakat (Pekat), di depan gedung DPRD Kota Serang, Kamis (16/6) selain diikuti Ulama, Ormas Islam, Santri. Organisasi Kepemudaan dan Mahasiswa, juga didukung Pemuka Agama Katolik di Kota Serang.
Sandjaja, tokoh Katolik kota Serang, yang sudah puluhan tahun menjadi warga Kota Serang tersebut mengaku, hubungannya dengan umat Muslim di Kota Serang sangat harmonis. Perda Pekat juga dianggapnya sama sekali tidak mengekang kehidupan beragama umat Kristiani.
“Kami faham sosial budaya masyarakat Kota Serang yang mayoritas beragama Islam, dan kami bisa mengikuti bahkan berjalan berbarengan,” ujarnya saat memberi sambutan pada Deklarasi Penolakan Pencabutan Perda tersebut.
Sandjaja, tokoh Katolik kota Serang, yang sudah puluhan tahun menjadi warga Kota Serang tersebut mengaku, hubungannya dengan umat Muslim di Kota Serang sangat harmonis. Perda Pekat juga dianggapnya sama sekali tidak mengekang kehidupan beragama umat Kristiani.
“Kami faham sosial budaya masyarakat Kota Serang yang mayoritas beragama Islam, dan kami bisa mengikuti bahkan berjalan berbarengan,” ujarnya saat memberi sambutan pada Deklarasi Penolakan Pencabutan Perda tersebut.
Sandjaja bahkan menceritakan bagaimana kerukunan umat beragama di Kota Serang yang terjalin cukup baik. Salah satunya adalah berdirinya Masjid Agung dan Gereja Katolik yang hanya berjarak sekitar 200 meter.
“Kalau umat kami melakukan kebaktian di gereja, pengurus Masjid mempersilahkan menggunakan lahan parkir Masjid untuk jemaat kami. Begitu juga sebaliknya. Bahkan kalau kami merayakan Natal, selain polisi, warga umat Muslim juga ikut menjaga Gereja kami,” tambahnya seraya disambut tepuk tangan ratusan Ulama, Santri dan Mahasiswa.
“Jadi kalau orang-orang di luar sana beranggapan bahwa Kota Serang tidak toleransi, saya orang pertama yang akan menolak tudingan itu,” tandasnya, seperti dilansir bantenheadline.
Tudingan kota Serang tidak toleran muncul setelah kasus razia Satpol PP terhadap warung makan yang buka siang hari saat Ramadhan. Pemberitaan media sangat tendensius seolah Umat Islam di Kota Serang sangat tidak toleran. Bahkan razia Satpol PP pada warteg milik ibu Saeni menjadi pemberitaan media internasional dengan framing yang menyudutkan Umat Islam.
Umat yang sudah rukun bertahun-tahun di Kota Serang (sudah 6 tahun usia Perda), sekarang malah mau diacak-acak.
Biasanya yang suka acak-acak umat beragama itu mereka yang tidak beragama dan jaringan liberal.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar