Pernah tidak kita jalan dengan teman dekat kita, ingin makan bersama-sama? Atau mungkin dengan istri kita, lalu terjadi perselisihan kecil dalam hal makanan apa yang akan kita makan?
Apa yang mesti kita pilih? Ikut selera kita atau selera dia?
Untuk menjawab hal ini, ada faedah berharga dari kitab ‘Adabil ‘Isyrah saat dikaji oleh Syaikh Muhammad Bamusa, seorang ulama besar dari Yaman yang turut mengisi daurah para da’i di Makassar tahun 1437 H ini.
Syaikh Abul Barakat Badaruddin Muhammad Al-Ghazi rahimahullah, ulama yang hidup antara tahun 904 – 984 H berkata,
“Di antara cara bergaul yang baik dengan sesama adalah meminimalkan perselisihan dengan teman dekat. Kita berusaha untuk manut (nurut) apa yang ia mau selama itu dibolehkan dalam syari’at kita.
Abu ‘Utsman berkata,
مُوَافَقَةُ الإِخْوَانِ خَيْرٌ مِنَ الشَفَقَةِ عَلَيْهِمْ
“Mencocoki teman itu baik dan termasuk bentuk menyayangi mereka.” (‘Adabul ‘Isyrah, hlm. 17)Syaikh Muhammad Bamusa hafizhahullah berkata, “Coba kalau ada teman yang sama-sama ingin makan di warung. Yang satu ingin sama-sama makan makanan A, yang lain ingin makanan B.
Bagaimana baiknya? Baiknya untuk masalah makan seperti ini, ikut (manut) saja pada teman.”
Masya Allah ini contoh yang sangat bagus sekali dari beliau. Ini menunjukkan masalah perut seperti ini baiknya tidak jadi pertengkaran yang panjang. Masalah ini bisa terjadi dalam rumah tangga atau di luar dengan teman dekat. Kami yakin keluarga akan terus rukun dan persahabatan akan terus langgeng jika dua pihak saling mengalah demi maslahat bersama selama tidak ada mudarat antara kedua pihak.
Moga kita bisa praktikkan. Semoga manfaat.
—
@ Makassar, Ma’had As-Sunnah Baji Rupa, catatan 21 Syawal 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar