Makan dan Minum di tempat umum selama Ramadhan bukanlah masalah kebebasan pribadi, demikian pernyataan Dar al-Ifta dalam sebuah fatwa terbaru yang dipublikasikan di halaman Facebook resminya.
Darul Ifta al-Mishriyyah (Lembaga Fatwa Mesir) adalah salah satu institusi keagamaan di Mesir yang didirikan untuk mewakili Islam dan pusat penelitian hukum Islam yang dikenal di tingkat Internasional sejak berdiri pada tahun 1895.
Menurut Dar al-Ifta , makan di tempat umum selama jam-jam berpuasa merupakan “bentuk kekacauan dan serangan terhadap kesucian Islam,” institusi pendidikan Islam itu mendeklarasikan.
“Hal itu merupakan sebuah tidakan terbuka dalam melakukan dosa, yang itu dilarang dan melanggar kesopanan publik di dalam negara-negara Islam, serta pelanggaran mencolok terhadap kesucian masyarakat dan hak untuk menghargai kepercayaannya,” deklarasi itu sebagaimana dikutip laman madamasr.com.
Fatwa Dar al-Ifta tersebut memicu kontroversi di sosial media. Beberapa pengguna Facebook memposting komentar keras di postingan mereka, memandang deklarasi tersebut sebagai serangan atas kebebasan berkehendak. Pengguna lain bahkan sampai mengatakan bahwa deklarasi itu dapat memancing kekerasan terhadap mereka yang tidak berpuasa di tempat publik. Salah satu pengguna Facebook mengatakan bahwa dia telah melaporkan postingan Dar al-Ifta tersebu sebagai “pelanggaran” dan “ancaman.”
Selama beberapa tahun terakhir, razia anggota keamanan telah menarget sejumlah kafe-kafe di sepanjang negara tersebut (Mesir) yang digunakan orang-orang untuk makan atau minum selama Ramadhan.
Razia tersebut pertama kali dilakukan pada 2009, di mana sekitar 150 orang ditangkap di selatan kota Aswan karena makan pada siang hari.
Sedangkan yang terbaru, pada 2015, 25 orang ditangkap di Pemukiman Kelima distrik kelas atas Kairo karena makan dan minum secara terang-terang selama jam-jam puasa, hanya akan dilepaskan oleh jaksa.
Petugas yang menangkap mereka mengatakan dia menangkap pemuda-pemudi karena “melukai perasaan pribadi orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan,” tetapi jaksa penuntut umum mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum dalam menangkap orang-orang yang tidak berpuasa selama Ramadhan.
Setelah insiden tersebut, Kementrian Dalam Negeri menolak bahwa hal itu dianggap penangkapan terhadap orang-orang yang tidak berpuasa.
Juru bicara kementrian saat itu Abu Bakr Abdel Karim mengatakan bahwa Tuhan memberi Muslim sejumlah pengecualian bagi mereka yang tidak dapat berpuasa, yang hal itu tidak dapat dibantah oleh pihak yang berkepentingan.
Dar al-Ifta dikenal karena deklarasi mereka seringkali diperdebatkan, termasuk yang dirilis pada Agustus 2014 ketika mereka melarang chatting Facebook antara lelaki dan wanita yang tidak saling mengenal.
Dar al-Ifta mengatakan bahwa percakapan seperti itu berbahaya, “banyak pengalaman di masa kita saat ini membuktikan bahwa hal ini membuka pintu bagi setan dan tingkah laku yang tidak beradab, sebuah pintu masuk bagi Syaitan dan sumber korupsi serta penghasutan.”
Fatwa itu juga memerintahkan wanita-wanita untuk tidak mengirim foto pribadi secara online pada orang-orang yang tidak mereka kenal, bertujuan untuk melindungi mereka dan menjaga keutuhan martabat dan kesucian mereka.*/Nashirul Haq AR
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
Tidak ada komentar