logo blog

Tanpa Melaksanakan Itikaf, Apakah Tetap Bisa Mendapatkan Malam Lailatul Qadar?

Tanpa Melaksanakan Itikaf, Apakah Tetap Bisa Mendapatkan Malam Lailatul Qadar?


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicpqMP3Xgh_YtgFxUP_ze2xv2o7vrHORed30g8DB2XUW1k9xGe3YpaR0eyRsxS0dXXwDHmxLVKnwyAitDJh5YBzLBzPC1O6k8z6u9RSjouPcuxlGXNm1N3INsdesf99_sfI1Rr_Cdg05Gx/s1600/Malam-Lailatul-Qadar.jpg

Ada yang berkecil hati karena tidak bisa melakukan i’tikaf di masjid, lantas ia menilai bahwa ia tidak bisa mendapatkan keutamaan lailatul qadar. Apakah benar sangsi demikian?

Perlu dipahami, para ulama salaf berpendapat bahwa keutamaan lailatul qadar itu akan diperoleh oleh setiap muslim yang diterimanya amalnya di malam tersebut.

Ibnu Rajab dalam kitabnya Lathoif Al Ma’arif (hal. 341) membawakan hadits dalam musnad Imam Ahma, sunan An Nasai, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Di dalam bulan Ramadhan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An Nasai no. 2106, shahih)

Bahkan sampai musafir dan wanita haidh pun bisa mendapatkan malam lailatul qadar.

Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, hal. 341)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdLmOj0Zld2lnTGTcdZOkGAR5PNIGS-lg5Enpl7yM-jLdFp3NHcny1XrWw4G_dzXAa2yfQdoeyRiWpXok5vpd1AmWhPITJQgE5xoHwMyFW6JjRYicZFmnFkxvYLyRH7W0kT6PGnJrhSTcy/s1600/wallpaper_malam_lailatulqadar_qadr_ramadhan_islamic_malamseribubulan_1000_alqadr.jpg

Ibnu Rajab menasehatkan, “Wahai saudaraku … Yang terpenting bagaimana membuat amalan itu diterima, bukan kita bergantung pada kerja keras kita. Yang jadi patokan adalah pada baiknya hati, bukan usaha keras badan. Betapa banyak orang yang begadang untuk shalat malam, namun tak mendapatkan rahmat. Bahkan mungkin orang yang tidur yang mendapatkan rahmat tersebut. Orang yang tertidur hatinya dalam keadaan hidup karena berdzikir pada Allah. Sedangkan orang yang begadang shalat malam, hatinya yang malah dalam keadaan fajir (berbuat maksiat pada Allah).” (Idem)

Anugerah Allah itu begitu besar. Karunia tersebut tidak terbatas pada segelintir orang. Perbanyaklah terus ibadah di akhir-akhir Ramadhan, moga kita mendapatkan anugerah malam Qadar. Moga kita semua mendapatkan kemuliaan di malam lailatul qadar tersebut.

Referensi:

Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Fajar Islam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger